Ternyata Begini Penjelasan Hukum-hukum Gadai
Ternyata Begini Penjelasan Hukum-hukum Gadai
Pengertian Gadai
Kajian Rutin Kitab Fathul Qorib dua pekan sekali FKPAI KUA Kecamatan Kaligondang dan Kecamatan Pengadegan PurbalinggaJawa Tengah.
Gadai (Rahan) menurut arti bahasa : Tetap. Sedangkan menurut istilah syara' ialah menaruh barang (dijadikan) sebagai uang, untuk penguat perjanjian hutang, dan barang tersebut akan menutup (hutang) ketika terhalang ( tidak dapat ) melunasinya.
Hukum-hukum Gadai
Gadai tidak sah, kecuali dengan ijab-qobul, dan yang menerima barang tersebut disyaratkan supaya melaksanakan secara murni.
Syarat melaksanakan gadai secara murni (mutlak), dalam arti masing-masing mempunyai hak menjalankan aturan dalam gadai, yaitu telah dewasa dan berakal sehat.
Maka anak yang belum dewasa atau orang gila, tidak sah menggadaikan barang (harta)nya, atau (harta nasing-masing) digadaikan itu juga tidak sah, sebagaimana mereka masing-masing (atau atas nama keduanya) menerima barang gadaian, kecuali dalam keadaan terpaksa, atau memberi keuntungan yang nyata (bagi keduanya).
Pedoman Barang-barang Yang Sah Digadaikan
Barang - barang yang sah digadaikan sebagaimana kaidah 'Kuluma jasa bai'uhu jasa roohnuhu' seluruh barang yang boleh dijual belikan, maka boleh untuk digadaikan dalam hutang (untuk mengambil uang pinjaman), ketika hutang tersebut tetep dalam tanggungan.
Bagi orang (pihak) yang menggadaikan barangnya, daoat mengambil kembali (barang tersebut) selama belum diterima oleh pihak kedua (yang mempuai uang atau yang menerima garai). Tapi kakau pihak kedua telah menerima barang gadaian, dari irang yang sah (pihak kedua) maka barang tersebut tidak boleh ditarik kembali.
Pada dasarnya gadai itu tergantung pada amanah (kepercayaan) sehingga (pihak kedua) yang menerima barang gadaian, tidak harus mengganti barang gadaian, tidak harus mengganti barang yang digadaikan tersebut kecuali kalau ia melanggar batas (tidak lagi amanah).
Pihak kedua (orang yang menerima barang gadaian ) dari pihak pertama (yang menggadaiakan barangnya) itu tidak wajib mengganti, kalau barang gadaian tersebut mengalami kerusakan, tapi kalau timbulnya kerusakan itu akibat ulahnya, misalnya : Arloji yang semula (ketika diserahkanterimakan) dalam keadaan normal (jalan), tetapi setelah beberapa minggu atau bulan mengalami kerusakan (mati), karena dipakai oleh pihak kedua, maka barang (arloji) tersebut wajib diganti (onderdilnya supaya jalan seperti semula).
Dan akibat kerusakan varang gadaian itu, sama sekali tidak memoengaruhi hutang pihak pertama (dalam arti ia tetap menanggung hutang pihak kedua).
Dan kalau pihak kedua ( yang menerima barang gadaian) itu menyadari kerusakan barang tersebut, tapi tidak mengemukakan alasan, maka pengakuannya bisa diterima bersumpah.
Kemudian ia kalau mengemukakan alasan nyata , maka pengakuannya ditolak, kecuali disertai bukti (saksi).
Dan kalau pihak kedua (yang menerima barang gadaian) itu mengaku telah mengembalikan barang gadaian tersebut kepada pihak pertama (yang menggadaikan barang) tersebut maka pengakuannya ditolak, kecuali diperkuat dengan bukti (saksi).
Dan ketika pihak kedua telah menerima sebagian haknya yang ada pihak pertama, maka sedikit pun tidak bisa terlepas dari pihak pertama, hingga ia membayar semuanya (yakni pihak pertama memenuhi haknya secara menyeluruh.
Penulis :Ahmad Prayitno,S.Pd.I
Refrensi: Kitab fathul qorib