Skripsi Komulatif Kajian Al Qur'an Surat Annisa Ayat 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kehidupan
berkeluarga adalah sesuatu yang bersifat fitrah. Sebagai miniatur masyarakat,
ia merupakan nukleus atau inti bagi proses perkembangan masyarakat,
dan pada gilirannya juga perkembangan bangsa.
Seseorang
yang menapaki kehidupan keluarga biasanya diliputi keyakinan akan keindahan
yang bakal mereka reguk, harapan-harapan akan suasana ketentraman dan kasih sayang
yang bakal tercipta. Namun adakalanya, kenyataan tak selamanya bersahabat,
bayangan akan keindahan mungkin hanya terasa pada awal-awal tahun kehidupan
berkeluarga. Setelah itu, muncullah hari-hari “racun”, pahit, dan tak
menyenangkan.
Sebagian
orang percaya bahwa hidup adalah panggung sandiwara. Apapun permainan yang
dilakukan, hanyalah kehendak “Sang Sutradara” secara mutlak. Itu adalah
pendapat sebagian orang yang menganut paham pesimisme, bahwa manusia tak punya
peran untuk memainkan lakon yang terbaik. Pendapat itu bisa dimaknai dalam
batasa-batas bahwa ada Dzat Yang Maha Pengatur, Allah SWT, yang telah
menentukan kehendak-Nya atas seluruh alam semesta ini, tanpa membuat manusia
menjadi pasrah secara fatalistik. Ini berarti bahwa paradigma Steven Covey
dalam The Seven Habits for Effecitive People tentang titik
perubahan “dari dalam keluar” menjadi hal yang relevan.[1]
1
Kasus-kasus yang terjadi dalam potret kehidupan
keluarga modern belakangan ini telah sampai pada titik kulminasi yang membuat
hati miris. Percekcokan suami-istri kini bisa saja dikemas menjadi kepurapuraan
untuk melenggangkan status dan kedudukan di masyarakat. Bahkan perselingkuhan
yang terang-terangan pun tampaknya sudah menjadi fenomena baru sebagai ekses
bergesernya sendi-sendi kehidupan masyarakat modern.
Ada yang
mengidealkan bahwa lembaga keluarga mestilah terpenuhi empat aspek kebutuhan
dasar manusia, yaitu aspek seksualitas, aspek reproduksi, aspek kebersamaan,
dan aspek spiritualitas. Aspek seksualitas berarti bahwa pemenuhan kebutuhan
seksual merupakan hal yang fitrah dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu,
menjadi logis jika dibuat sebuah lembaga untuk mengemas instink seksual menjadi
sebuah kegiatan yang diliputi oleh keluhuran budi dan akhlak mulia.
Aspek reproduksi berkaitan dengan aspek seksualitas
sebagaimana Surat Ali Imran: 14 dan An Nisa: 1. Keturunan yang diperoleh dalam
kehidupan keluarga merupakan modal bagi kelangsungan budaya manusia spesies
manusia itu sendiri. Dapat dipahami bahwa peran dan tanggung jawab keluarga
dalam memperoleh keturunan yang “unggul” adalah faktor penting bagi kehidupan
bermasyarakat dan meningkatkan eksistensi manusia sebagai makhluk yang utuh.
Aspek kebersamaan pada hakikatnya menegaskan tentang
perwujudan lembaga perkawinan sebagai bagian dari kolektivitas sosial. Dengan
demikian kebersamaan bukan hanya berarti kebersamaan suami-istri dalam memenuhi
kebutuhan kedua aspek (seksualitas dan reproduksi) saja, melainkan juga
kebersamaan yang lebih luas yakni perwujudan “masyarakat kecil” yang menjadi
batu bata pertama bangunan masyarakat sesungguhnya.
Aspek spiritualitas sering dilalaikan dalam
pembentukan keluarga. Padahal salah satu tujuan pendidikan nasional adalah
pembangunan kualitas manusia yang menyangkut ciri spiritualitas atau
religiusitasinya. Mestinya untuk aktualisasi ketiga segi yang lain
(seksualitas, reproduksi, dan kebersamaan) terintegrasi dan dijiwai oleh
spiritualitas ini. Hal inilah yang menjadi agenda kita bersama untuk
menempatkan aspek ibadah, menyempurnakan separoh “dien” dalam menjiwai prosesi
perkawinan seseorang.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan untuk menciptakan
keluarga yang kuat yang bernuansa Islami, haruslah dibangun mulai dari masalah
pelurusan niat, persoalan yang mungkin muncul, sampai pada hal-hal yang praktis
seperti menyiasati rumah sempit, menyiram bunga di depan rumah, menyapu rumah,
membuang sampah pada tempatnya semua adalah dakwah dan pendidikan.
Singkatnya keluarga yang kuat dalam bahasa agama
sakinah dan mulia adalah dambaan setiap insan. Untuk mencapai dambaan itu ada
beberapa fondasi yang harus dipertahankan. Pertama, ketenangan, kedua, saling
mencintai, dan ketiga, saling mengasihi dan saling menyayangi.
Keluarga dalam struktur sosial masyarakat
adalah merupakan unsur masyarakat yang paling kecil. Dikatakan masyarakat
karena dalam satu keluarga terdiri dari beberapa individu yang mempunyai
kepentingan berbeda-beda. Disamping itu juga memungkinkan adanya interaks
sosial yang komplit termasuk dalam hal ini interaksi pendidikan.
Bagi masyarakat Islam yang berkembang sejak
zaman Nabi Muhammad melaksanakan misi sucinya menyebarkan agama Islam,
pendidikan merupakan kunci kemajuan yang dikembangkan bagi manusia secara
pribadi ataupun dalam keluarga dan lebih luas lagi. Untuk mengembangkan
masyarakat yang bernuansa Islam tentulah berawal dari konsep pendidikan yang
dikembangkan dalam keluarga.
Sumber-sumber pokok ajaran Islam yang berupa
Al-Qur’an dan Hadits, banyak mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola
kemajuan hidup yang dapat mensejahterakan pribadi dalam masyarakat, sehingga
dengan kesejahteraan pribadi dalam masyarakat, manusia secara individual dan
sosial mampu meningkatkan derajat dan martabatnya baik bagi kehidupan di dunia
maupun di akhirat. Derajat dan martabat sebagai kholifah dapat diraih berkat
keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pendidikannya terutama pendidikan dalam
keluarga.
Sejalan dengan misi agama Islam yang diturunkan
Allah kepada manusia, proses pendidikan Islam berusaha merealisasikan misi itu
dalam diri tiap pribadi manusia yaitu menjadikan manusia sejahtera dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Nilai-nilai Islam yang demikian itulah yang
ditumbuhkembangkan dalam pribadi-masing-masing muslim melalui proses
transformasi pendidikan dengan konferehensip dan tanpa dikotomi pendidikan,
dengan orientasi kepada kekuasaan Allah dan kodrat serta irodah-Nya.
Fenomena zaman kian maju, ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin canggih, tetapi sisi negatifnya telah teracuni generasi muda
dengan bertingkah laku yang rusak seperti minum-minuman keras, perzinaan,
pencurian, narkoba, dan sederet kemungkaran lagi yang kini kian marak yang kita
saksikan di sekeliling kita.
Secara realistis bahwa masyarakat kita adalah
muslim yang melaksanakan pendidikan adalah wajib termasuk pendidikan dalam
keluarga, sehingga sangatlah perlu dikaji sejauh mana Islam berbicara dan
mengkaji tentang pendidikan keluarga.
Dengan kondisi yang demikian itu penulis merasa
terpanggil untuk mengadakan penggalian teori dan konsep Pendidikan Keluarga
menurut tinjauan Islam.
Disisi lain kajian juga tugas akhir bagi
penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Tarbiyah di Universitas
Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo
dan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan
S1 dengan gelar S.Pd.I. Adapun
judul yang penulis ambil adalah urgensi Pembentukan
Keluarga yang Kuat dan Implikasinya dalam Pendidikan
Anak (Kajian Al-Qur’an Surat An Nisa : 9).
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka dapat penulis identifikasikan masalah
sebagai berikut :
1.
Banyaknya
keluarga yang tidak tahu konsep keluarga yang kuat menurut Al Qur’an.
2.
Banyaknya
pernikahan pada usia muda.
3.
Secara
realistis bahwa masyarakat muslim wajib melaksanakan pendidikan termasuk
pendidikan dalam keluarga, sehingga sangatlah perlu dikaji sejauh mana Islam
berbicara dan mengkaji tentang pendidikan keluarga melalui kajian Q.S An Nisa
ayat 9.
C. Penegasan
Istilah
Untuk memberikan batasan agar tidak terjadi
perluasan masalah yang tidak perlu maka berikut ini terlebih dahulu akan
dibahas tentang penegasan istilah yang berkaitan dengan judul diantaranya
yaitu:
1.
Urgensi
Urgensi mempunyai arti
keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting, meningkatkan disiplin.[2]
Dari pengertian tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa
urgensi adalah suatu keharusan yaang keberadaan keharusan tersebut dipandang
hal yang sangat penting (dominan) untuk dapat mencapai kualitas keberhasilan.
- Pembentukan Keluarga
Pembentukan berarti
menjadikan atau mewujudkan. Sedangkan pengertian
keluarga dijelaskan oleh Team Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar
Pendidikan, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keluarga adalah orang sesisi
rumah (semisal keluarga Amir pindah ke Jakarta, berarti sesisi rumah pindah ke
Jakarta).[3]
Sedangkan yang penulis
maksud dengan pembentukan keluarga dalam pembahasan ini adalah menjadikan atau
mewujudkan suatu struktur kebersamaan dalam satu rumah yang terdiri dari Ayah,
Ibu, Kakak, dan Adik serta Kakek, Nenek.
Pendidikan keluarga secara
spesifik yang hendak dibahas dalam kajian ini adalah suatu pendidikan atau
bimbingan yang diberikan oleh orang tua baik Bapak, ibu terhadap anak sebagai
upaya memberikan bantuan agar anak tersebut mendapatkan kemampuan dalam
mengembangkan diri sendiri terutama menghadapi pendidikan formal yang ia
terima.
Keluarga yang kuat adalah keluarga dalam
pengertian yang terbentuk dari konsep sakinah, mawaddah dan rahmah, yang
diimplementasikan dalam keluarga.
- Implikasi
Implikasi berarti keterlibatan atau keadaan
terlibat, yang temasuk atau tersimpul. Istilah implikasi yang penulis maksudkan
adalah keterlibatan sesuatu (dalam hal ini keluarga yang kuat) dalam ikut
mewarnai hasil pendidikan (dalam hal ini pendidikan anak).
- Pendidikan Anak
Pendidikan banyak dijelaskan oleh para pakar
pendidikan diantaranya yaitu Prof. Zahara Idris menjelaskan tentang pendidikan:
Pendidikan
adalah kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan anak
didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan
bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang
bertanggung jawab.[4]
Dari penjelasan tersebut di atas penulis
mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud pendidikan adalah suatu usaha sadar
yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak untuk memberikan Bantuan agar
sianak dapat mengembangkan jati dirinya untuk menjadi manusia dewasa yang
sempurna.
Pengertian anak dapat dipahami sebagai orang
dewasa yang dalam batasan umur antara 5 sampai 16 tahun. Sedangkan anak secara
kejiwaan adalah anak yang masih dalam usia sekolah dan memerlukan bimbingan
orang tua. Sedangkan secara tanggung jawab kategori anak sampai masa anak siap
untuk mandiri.
Penulis menekankan pengertian anak dalam
pembahasan ini adalah orang yang berusia antara 5 sampai 15 tahun dan perlu
mendapatkan bimbingan dari orang tua dalam segala hal.
Dengan demikian yang
dimaksud dengan judul di atas adalah keberadaan keluarga yang kuat sangat
berpengaruh dalam mendidik anak agar dapat menjadi anak yang bertanggung jawab
dan siap mandiri dengan mengkaji Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 9 sebagai
pijakan.
D. Perumusan
Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut di
atas maka dapat dirumuskan masalah :
1.
Bagaimana
isi kandungan Surat An Nisa ayat 9 ?
2.
Bagaimana
Pembentukan Keluarga yang kuat menurut
Perspektif Islam.(Q.S. An Nisa : 9)
3.
Apa urgensi keluarga yang kuat dan implikasinya bagi Pendidikan
Anak dalam Keluarga menurut Perspektif Islam.
E. Tujuan
Pendidikan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk
:
1.
Mengetahui
isi kandungan Surat An Nisa ayat 9.
2.
Mengetahui
Pembentukan Keluarga yang kuat menurut
Perspektif Islam (Q.S. An Nisa : 9)
3.
Mengetahui
urgensi keluarga yang kuat dan implikasinya bagi Pendidikan Anak dalam Keluarga menurut
Perspektif Islam
A.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
penelitian dalam skripsi ini adalah :
1.
Bagi Lembaga :
a. Sebagai sumbangan bagi pengembangan lembaga pendidikan pada umumnya dan
khususnya Pondok pesantren untuk memperkaya khasanah dunia pendidikan Islam
yang diperoleh dari penelitian literer.
b. Sebagai informasi baru bagi lembaga maupun praktisi pendidikan Islam dalam
mengembangkan pemahaman isi kandungan Al
Qur’an sekaligus dapat mengaplikasikan
melalui teori dan praktek dalam kehidupan.
2. Bagi Penulis :
a.
Untuk menambah
wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang
pembentukan keluarga yang kuat dan
implikasinya dalam pendidikan anak..
b.
Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah
di UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo, dengan pengalaman praktek di lapangan.
c. Untuk memperluas cakrawala berfikir dalam
rangka meningkatkan diri sebagai bekal untuk kehidupan di masyarakat.
F. Metodologi
Penelitian
Untuk mendapatkan informasi data yang valid
tentang masalah yang dibahas dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian yang lazim digunakan.
1.
Data
a.
Jenis
data
Pendidikan ini sifatnya kualitatif dan literer.
Data kualitatif adalah data yang memakai
pernyataan-pernyataan dalam bentuk kalimat atau uraian.[5]
b.
Sumber
data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
diklasifikasikan dalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder.[6]
Data primer adalah data pokok yang menjadi inti
pembahasan. Dan data sekunder adalah data pendukung terhadap data primer.
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian
ini, penulis mengambil sumber pokok yaitu Al Qur’anul Karim dan buku-buku yang
mempunyai kualifikasi baik terutama menyangkut masalah pendidikan keluarga.
Sedangkan untuk data sekunder penulis mengambil sumber literer lain yang
mendukung dan relevan.
c.
Methodologi
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan library
research.
2.
Teknik
analisis data
Dalam menganalisis data digunakan analisis isi atau content analysis. Yang dimaksud content
analysis adalah suatu teknik untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat
ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteknya. Adapun langkah-langkah
analisis yang ditempuh oleh penulis adalah dari data-data yang diperoleh
penulis berupaya untuk mengkaji dan mengaitkan data-data tersebut disesuaikan
dengan pokok-pokok permasalahan yang dibahas, kemudian dipaparkan dalam bentuk
penjelasan
G. Sistematika
Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi
data dengan sistematika pembahasan yang
terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir :
1.
Bagian
Awal :
Bagian awal meliputi : halaman judul, halaman
pengesahan, halaman nota pembimbing, halaman motto, halaman persembahan, kata
pengantar dan daftar isi.
2.
Bagian
Tengah
Pada bagian tengah ini terdiri dari :
BAB I : Dalam
bab ini akan dibahas beberapa hal diantaranya tentang latar belakang, penegasan
istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan kerangka
teoritik, dan juga dibahas tentang sistematika pembahasan.
BAB II : Dalam
bab ini dibahas tentang kajian pustaka mengenai urgensi pembentukan keluarga
yang kuat dan implikasinya dlam pendidikan anak. sub pembahasan ini meliputi
pendidikan anak dalam keluarga, proses pendidikan anak dalam keluarga, dan
tujuan pendidikan anak dalam keluarga.
BAB III : Bab
ini menjelaskan tentang kajian penelitian Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 9
BAB IV :
Bab ini membahas analisa urgensi keluarga yang kuat dan implikasinya dalam
pendidikan anak.
BAB V : Penutup
Dibahas tentang kesimpulan dari pembahasan,
Saran-saran dari penulis dan kata penutup dari penulis.
3.
Bagian
Akhir
Bagian akhir meliputi : daftar pustaka,
lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.
BAB II
KELUARGA YANG KUAT DAN PENDIDIKAN ANAK
Sebelum pembahasan tentang pendidikan anak
dalam keluarga menurut Islam dibahas secara luas dan mendalam, terlebih dahulu
dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian dari pendidikan anak dalam
keluarga menurut Islam. Hal ini dipandang perlu agar semua yang berkaitan
dengan pembahasan skripsi ini akan terkaji secara sistematis sesuai dengan
urutan pembahasan.
A. Pendidikan
Anak dalam Keluarga
1.
Pengertian
Pendidikan
Dalam pembahasan ini akan dibahas pengertian
pendidikan anak dalam keluarga menurut Islam yang disampaikan oleh para tokoh
dan untuk memberikan gambaran lebih rinci akan penulis jelaskan tentang
pengertian pendidikan menurut para tokoh dan kemudian penulis menyimpulkan
sesuai dengan maksud penulisan skripsi.
Pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh
mereka apabila dilihat sepintas akan menemukan perbedaan. Tetapi apabila
disimak secara mendalam akan menemukan inti persamaan yang prinsip. Setidaknya
urgensi dari pendapat mereka apabila dikonklusikan dengan sebuah kesimpulan
akan didapat konsep yang mempunyai tujuan dan arah yang sama.
Diantara pengertian pendidikan menurut para
pakar pendidikan adalah :
a.
Menurut
Zakiah Darodjat
Pengertian pendidikan adalah berdakwah,
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih ketrampilan berbuat, memberi
motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide
pembentukan pribadi.1
11
b.
Menurut
Prof.. H.M. Arifin, M.Ed.
Pendidikan adalah usaha membina dan
mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah.2
c.
Pendidikan adalah usaha peningkatan diri
sendiri dalam segala aspek.3
d.
Menurut
tim Dosen FIP IKIP Malang
Pendidikan adalah suatu kegiatan pembinaan
sikap mental yang akan menentukan tingkah lakunya.4
e.
Menurut
Drs. Zuhairini, dkk.
Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk
mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup.5
Dari beberapa pendapat tersebut di atas daat
kiranya penulis mengambil kesimpulan tentang pengertian pendidikan, yaitu suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk membentuk dan
memberdayakan peserta didik agar dapat menemukan kepribadian yang baik dan
dapat mengembangkan diri sendiri, baik perkembangan jasmaniyah maupun
perkembangan rohaniah kepada arah kedewasaan yang lebih luhur.
Dari pengertian itu dapat diambil gambaran
bahwa yang dinamakan pendidikan harus memiliki beberapa unsur diantaranya :
a.
Unsur
pendidik
b.
Unsur
peserta didik
c.
Unsur
materi pendidikan
d.
Unsur
sarana pendidikan
e.
Unsur
interaksi pendidikan
f.
Unsur
tujuan yang hendak dicapai.
2.
Pengertian
Anak
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang
klasifikasi status anak, remaja, pemuda, orang tua, maka penulis menyajikan
pendapat para tokoh dalam bidangnya menyangkut tentang tingkat klasifikasi
status anak. Diantaranya menutur:
a.
Drs. B.
Simanjuntak, S.H.
Simanjuntak membagi masa kanak-kanak menjadi 3
kelompok yaitu :
1.
Masa
bayi dan masa anak-anak antara 0 – 7 tahun
a.
Masa
bayi antara 0 – 1 tahun
b.
Masa
kanak-kanak – masa vital antara
0 – 2 tahun
-
masa estitis antara 2 – 7 tahun
2.
Masa
Sekolah / intelektual antara 7 – 12 tahun
3.
Masa
sosial 13 – 21 tahun
a.
Masa
puerel 13 tahun
b.
Masa pra
pubertas 14 – 15 tahun
c.
Masa
pubertas 15 – 18 tahun
d.
Masa
adolescent 18 – 21 tahun. 6
b.
Prof.
Dr. Zakiah Darodjat
Beliau membagi umut pertumbuhan dan
perkembangan anak menjadi masa anak-anak, masa remaja, dan masa dewasa.
1.
Masa
anak-anak antara 0 – 12 tahun
2.
Masa
remaja antara 13 – 21 tahun
3.
Masa
dewasa antara 21 tahun ke atas.[7]
c.
Moh.
Amin
Membagi perkembangan usia anak dengan berbagai
tinjauan.
1.
Tinjauan
Biologis
Umur 0 – 1 tahun masa bayi
Umur 1 – 12 tahun masa kanak-kanak
Umur 12 – 15 tahun masa puber
Umur 15- 21 tahun masa pemuda
Umur 21
tahun ke atas masa dewasa
2.
Tinjauan
budaya fungsional
Umur 0 – 12 tahun masa anak-anak
Umur 13 – 18 tahun masa remaja
Umur 18 – 21 tahun masa dewasa
Umur 18 tahun dianggap dewasa untuk tugas-tugas
negara dan dianggap sebagai batas bawah dewasa.[8]
Dari beberapa pendapat tersebut di atas
dapatlah diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan masa anak-anak adalah
manusia yang masih berkisar dalam umur antara 0 – 12 tahun, sedangkan masa
remaja yaitu antara kisaran umur 13 – 19 tahun, sedangkan masa dewasa antara 20
tahun ke atas.
Meskipun demikian penulis memberikan pandangan
tersendiri tentang klasifikasi umur dalam tingkatan usia sebagai berikut:
1.
Masa
bayi antara 0 – 17 bulan
2.
Masa
anak-anak awal antara 18 bulan sampai 4 tahun
3.
Masa
anak-anak antara 4 – 9 tahun
4.
Masa
anak-anak akhir antara 10 – 12 tahun
5.
Masa
remaja awal antara 12 – 14 tahun
6.
Masa
remaja antara 14 – 17 tahun
7.
Masa
remaja akhir antara 17 – 22 tahun
8.
Masa
dewasa 23 tahun ke atas.
Sedangkan khusus dalam penulisan skripsi ini
yang menyangkut dengan masa kanak-kanak sebagai peserta didik yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1.
Usia 0 –
8 tahun, sebagai masa peletakan dasar pendidikan baik pendidikan yang bersifat
umum maupun pendidikan yang bersifat keagamaan.
Khusus dalam konsep pendidikan Islam masa
tersebut dalam kondisi pemberian pendidikan belum berdasarkan intelektual dan
Analisa, melainkan masih bersifat taklid. Artinya pendidikan yang berupa
contoh-contoh dan symbol – symbol dari
pendidikan. Sedangkan pengetahuan yang bersifat ilmiah peletakan
landasan berpikir.
2.
Usia 8 –
10 tahun sifat pendidikan disamping melalui contoh-contoh, melainkan mulai
adanya penekanan – penekanan dalam pelaksanaan nilai-nilai pendidikan yang
diajarkan seperti sholat dan sebagainya.
3.
Usia 10
– 15 tahun masa pelaksanaan dan sangsi-sangsi bagi anak yang belum melaksanakan
nilai-nilai pendidikan yang diajarkan, meskipun pelaksanaan itu masih dalam
tahap pembelajaran pelaksanaan.
4.
Usia 15
– ke atas, orientasi pendidikan sudah mengacu kepada perkembangan intelektual
untuk memberikan arahan tentang kebenaran bukan berdasarkan contoh dan taklid
melainkan sudah melalui Analisa-analisa dan dasar dalil dari sumber hukum yang
diakui kebenarannya.
Yang
dimaksud dengan istilah anak dalam kategori pembahasan ini adalah seseorang
yang dalam standar klasifikasi umur seperti tersebut di atas dan masih menjadi
beban tanggungan orang tua. Baik tanggung jawab material maupun tanggung jawab
spiritual yang menyangkut pembentukan karakter dalam keluarga. Sedangkan
ketentuan secara pasti tentang usia anak yang menjadi tanggungan pendidikan
keluarga tidak hanya bisa dipandang dari kemampuan secara ekonomis.
B. Metode
Pendidikan Anak
Metode adalah suatu sistem atau cara yang harus
ditempuh oleh seseorang untuk dapat meraih sesuatu yang diharapkan, atau tujuan
yang hendak dicapai. Adapun yang dimaksud dengan metode dalam pembahasan ini
adalah metode atau cara-cara pendidikan itu dilaksanakan. Penulis membagi
metode dalam penulisan ini ke dalam dua kelompok yaitu pendidikan tidak
langsung dan pendidikan langsung.
1. Pendidikan tidak langsung
a.
Memberikan
contoh-contoh
Pendidikan tidak langsung adalah suatu sistem
pendidikan yang tidak secara langsung memberikan materi-materi pendidikan
kepada anak atau peserta didik, melainkan proses pembelajaran yang dilakukan
melalui simbol-simbol atau contoh-contoh.
Pendidikan tidak langsung dengan menggunakan
contoh-contoh ini penting dimana sifat dan sikap anak pada awalnya adalah
mencontoh gerak dan ucapan serta tingkah laku orang dewasa.
Simbol atau contoh yang ditampilkan oleh orang
sekitar dalam lingkungannya akan dianggap oleh anak dalam pemikirannya dan akan
direfleksikan dalam gerak dan sikap serta tingkah laku yang mirip dengan apa
yang diterima oleh anak.
Sering orang tua berkata bahasa Jawa (dengan
kromo inggil). Dalam hal ini bukan orang tua sedang bersikap menghormati yang
berlebihan kepada anak, melainkan orang tua sedang memberikan pelajaran melalui
contoh agar anak menangkap suatu tingkah laku penghormatan antara anak kecil,
anak dewasa dan orang tua.
Orang tua sholat, dengan anak-anak yang belum
waktunya sholat diletakkan di samping orang tua. Hal ini dilakukan agar anak
akan merekam gerakan-gerakan sholat yang ditampilkan oleh orang tua.
b.
Memberi
perintah
Orang tua sering menyuruh anak membelikan
sesuatu, mengambilkan sesuatu, mengerjakan sesuatu. Orang tua dalam hal ini
tidak bermaksud mendapatkan manfaat dari nilai pekerjaan yang dilakukan,
melainkan lebih menekankan terhadap suatu bentuk pendidikan agar anak
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diembannya.
Hal ini penting dilakukan mengingat bahwa anak
agar menjadi tahu tentang rasa tanggung
jawab sejak dini diberi beban tanggung jawab oleh orang tua meskipun seberapa
kecilnya tanggung jawab itu dibebankan.
Di sisi lain anak juga perlu diberi peringatan
bukan sekedar pengetahuan tentang kewajiban bagi anak untuk membantu orang tua.
Dengan anak disuruh oleh orang tua maka anak akan merasakan dan mengerti bahwa
membantu orang tua adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
Dalam bentuk lain orang tua yang bijaksana
sering membagi pekerjaan yang ada di rumah kepada anak-anak sesuai dengan
tingkat kemampuan masing-masing. Misalnya yang paling kecil dan sudah cukup
mampu untuk mencuci piring. Yang lebih besar untuk menyapu dan mengepel lantai.
Yang lebih besar lagi untuk menyetrika. Dan yang lebih besar lagi untuk memasak
(bagi Perempuan) dan Mengerjakan pekerjaan Bapak seperti mencangkul, mencuci
mobil (bagi anak laki-laki).
Dalam kehidupan di desa, orang tua biasanya
melatih kehidupan bermasyarakat bagi anak yang sudah dewasa dengan menyuruh
mewakili selamatan bagi sang Bapak, mewakili rapat RT, dan mewakili kerja
bakti.
c.
Menghindarkan konflik
Sebagaimana keterangan di muka bahwa sifat dari
anak adalah meniru, mencontoh. Agar anak tidak terkontaminasi dalam
pendidikannya dengan hal-hal yang jelek, maka orang tua harus dapat
menghindarkan konflik bagi anak.
Yang dimaksud dengan konflik dalam hal ini
adalah suatu keadaan yang kurang mendukung untuk terbentuknya sebuah pendidikan
yang positif. Contoh apabila Bapak dengan ibu bertengkar dan anak sampai
mengetahui bahkan merekan kalimat kotor yang dilontarkan oleh kedua orang
tuanya maka anak akan menirukan. Di samping itu anak juga anak mengambil sikap
permusuhan terhadap pihak yang mereka tidak sukai. Misalnya Bapak sering
memarahi anak kedua, maka dalam situasi itu anak kedua akan membela kepada ibu
karena merasa senasib.
d.
Memberikan
hadiah
Hadiah adalah suatu pemberian yang diberikan
karena seseorang mendapatkan suatu prestasi, atau keberhasilan yang diraih.
Hadiah pada hakekatnya merupakan suatu bentuk
motivasi agar anak lebih meningkatkan prestasinya. Besar kecilnya hadiah bagi
seseorang tidak menjadi masalah karena ukurannya bukan jumlah melainkan sebagai
penghormatan, penghargaan secara batiniah.
Dalam prakteknya hadiah bisa diberikan hanya
dalam bentuk acungan jempol, ucapan bagus, ciuman, diajak tamasya atau yang
lain. Hadiah penting diberikan agar anak merasa tersanjung, termotivasi dan
dihargai atas prestasi yang telah diraihnya.
e.
Hukuman
Pemberian hukuman merupakan suatu metode
pendidikan meskipun tidak harus selalu dilakukan. Hal ini dilakukan apabila
situasi mengharuskan adanya suatu hukuman sebagai alternative. Tentang hukuman
ini Rosulullah telah memberikan pelajaran dalam haditsnya :
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين
واضربوهم عليها وهم [9]ابماء عشر
وفرقوا بينهم في المضاجع (رواه الحكم وابو داود).
Artinya : Suruhlah anak-anakmu menjalankan
ibadah sholat jika mereka sudah berumur tujuh tahun. Dan apabila sudah berumur
sepuluh tahun maka pukullah, jika mereka tidak mau melaksanakan sholat dan
pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR. Al Hakim dan Abu Dawud).
Dari hadits tersebut di atas diketahui bahwa
memukul merupakan alat pendidikan. Hal ini dilakukan apabila anak yang sudah
berusia sepuluh tahun belum mau melaksanakan sholat. Hal ini juga dilalui
melalui tahapan-tahapan seperti pembelajaran cara dan do’a sholat, peringatan
apabila delapan tahun belum mengerjakannya. Peringatan keras apabila sudah
berumur 9 tahun belum melaksanakannya dan dipukul apabila sepuluh tahun belum
mau menjalankannya.
2. Pendidikan langsung
Pendidikan langsung adalah pendidikan oleh
orang tua yang langsung diberikan kepada anak tanpa melalui proses nsure-simbol
ataupun gejala yang lain.
Dalam prakteknya pendidikan langsung ini bagi
orang tua banyak dibantu oleh pemerintah maupun lembaga swasta yang menangangi
pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Diantara
pendidikan yang langsung bagi orang tua terhadap anak adalah:
a.
Masukan
anak ke lembaga pendidikan
Secara unsur
mendidik anak baik secara langsung maupun tinda langsung adalah merupakan
kewajiban orang tua. Dalam hal ini mengingat orang tua banyak mengalami kendala
maka pendidikan langsung pada umumnya banyak diserahkan orang tua kepada
lembaga-lembaga yang ada baik formal maupun non-formal.
Pendidikan formal adalah pendidikan secara
resmi didirikan oleh pemerintah ataupun swasta dengan standarisasi yang
diberikan oleh pemerintah dan berskala nasional. Contoh pendidikan formal
seperti SD, MI, SLTP, MTs, SMU,
Pendidikan non formal adalah pendidikan yang
tidak secara resmi didirikan oleh pemerintah dan tidak memiliki standarisasi
yang khusus secara nasional tapi bersifat unsur dan ketrampilan. Termasuk dalam
kategori pendidikan ini adalah Pondok Pesantren, kursus-kursus ataupun kegiatan
lain yang bersifat mendidik.
Orang tua yang memasukkan anaknya ke dalam
lembaga pendidikan ini berarti telah melaksanakan pendidikan secara langsung
meskipun melalui perwakilan lembaga pendidikan yang ada.
b.
Membimbing
belajar
Dalam menjalankan pendidikan langsung ini anak
biasanya banyak mengalami kendala. Peran orang tua adalah memberikan bimbingan
secara langsung tentang hal-hal yang kurang diketahui oleh anak. Apabila orang
tua melaksanakannya dengan baik, maka orang tua melakukan pendidikan secara
langsung.
c.
Memberikan
cerita tentang orang yang baik
Orang tua sering memberikan gambaran dengan
kisah cerita orang – orang dahulu yang shalih. Hal ini dilakukan agar anak
mengetahui secara langsung yang digambarkannya. Termasuk dalam hal ini kisah
orang tua (Bapak, ibu) semasa kecil, biasanya hal yang memprihatinkan.
C. Proses
Pendidikan Anak dalam Keluarga
Dalam sebuah keluarga pendidikan adalah bukan
sesuatu yang secara otomatis dan kebetulan tanpa adanya proses yang harus
ditempuh. Pendidikan adalah suatu proses setahap demi setahap untuk dapat
mencapai tingkat maksimal seperti Sarjana, Doktor dan sebagainya.
Berikut ini suatu proses pendidikan yang harus
ditempuh bagi pendidikan anak dalam keluarga.
1. Pendidikan Pranatal
Masa prenatal secara umum dapat dipahami
sebagai suatu masa dimana seorang bayi masih di dalam kandungan ibunya atau
belum dilahirkan ke dunia. Sedangkan setelah manusia lahir disebut dengan
postnatal.
Dalam perjalanannya manusia melalui beberapa
proses perkembangan. Baik perkembangan sejak masa prenatal, postnatal, bahkan
sampai meninggal dunia.
Dari masa ke masa itu perkembangan manusia
tidak semata berkembang dari segi material / fisik saja melainkan
perkembangannya menyangkut dimensi non material, seperti perkembangan jiwa,
perkembangan emosi, perkembangan pemikiran/intelektual dan perkembangan iman.
Untuk mendukung perkembangan secara material
dalam arti fisik, unsur material pulalah yang menentukan kualitas perkembangan
itu, seperti makanan yang bergizi, protein, vitamin dan mineral yang cukup akan
melahirkan anak yang mempunyai material dan fisik yang baik. Tetapi tentang
perkembangan non material, sebagaimana disebutkan di muka, peran yang dominant
dalam mendukung perkembangannya adalah unsur non material pula, seperti
pendidikan/ilmu pengetahuan, emosional, sikap dan tingkah laku.
s9urقد$oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7s#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami
bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.[10]
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa
unsur material dari manusia adalah dari sari pati tanah. Dari sari pati itu
pula dijadikanlah air mani, darah, daging, tulang belulang dan jadilah manusia.
Rahasia ayat tersebut di atas dapat kita simak yaitu Allah menjelaskan manusia
dengan kalimat makhluk yang lain.
Menurut hemat penulis dan Analisa penulis yang
dimaksud dengan makhluk yang lain adalah makhluk yang memiliki kelebihan dibanding
makhluk yang lain, seperti binatang dan
tumbuh-tumbuhan.
Secara material proses kejadian manusia tidak
jauh berbeda dengan proses kejadian hewan, meskipun tidak sama persis. Tetapi
karena hewan unsurnya hanya material semata, maka tidak memiliki kelebihan
apa-apa. Sedangkan manusia yang menjadikan nilai lebihnya yaitu unsur non
material, sebagaimana tersebut di atas.
Nilai lebih manusia yang berupa non material
akan dapat berkembang dengan maksimal dengan ditunjang pendidikan sejak sedini
mungkin yaitu masih di dalam kandungan.
Termasuk pendidikan prenatal yang sering
dilakukan oleh orang jawa yaitu budaya Kapatan, tujuh bulan, pembacaan
Membaca
Adapun materi dan cara pendidikan yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak dalam masa prenatal ini adalah:
a.
Pendidikan
Keimanan
Pendidikan ini dilakukan untuk membekali anak
yang masih dalam kandungan agar mendapatkan iman yang baik. Adapun proses
pendidikannya yaitu dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang tua,
seperti sholat, membaca Al Qur’an, bersedekah, dan sebagainya.
Pendidikan ini tidak bersifat langsung, tetapi
merupakan suatu proses interaksi pendidikan yang terjadi melalui ikatan
emosional orang tua. Dengan emosi yang selalu dikendalikan dengan iman maka
anak bayi dalam kandungan akan selalu tersinari dengan nilai-nilai iman yang
dilakukan oleh orang tuanya.
Untuk hal ini maka berkembang budaya bagi
masyarakat kita yaitu adanya kegiatan Ngapati, Mitoni, Membaca
b.
Pendidikan
Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti yaitu pendidikan yang
menyangkut sikap dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain. Sikap ini
perlu dilatih dan dikembangkan sejak kecil bahkan sejak sebelum menikah.
Menurut hemat penulis hal ini merupakan wujud
pendidikan budi pekerti yang sedang dikembangkan oleh orang tua kita. Dimana
seseorang untuk dapat menghargai dan mengendalikan emosinya sehingga anak tidak
mencontoh yang jelek terhadap sikap dan watak.
c.
Pendidikan
Peri Kemanusiaan
Pendidikan perikemanusiaan yang dikembangkan
sejak manusia belum lahir, yaitu bahwa seseorang yang sedang hamil hendaknya
selalu mengasihi, Mencintai dan menyanyangi kepada orang lain dan termasuk
kepada makhluk lain selain manusia.
Budaya jawa memberikan pelajaran bahwa apabila
seseorang sedang hamil maka ibu atau Bapak untuk tidak menyembelih, membunuh
binatang dengan kejam. Menurut hemat penulis, dalam koridor pendidikan hal
ini wajar dan baik, karena pada saat itu
seorang yang sedang hamil dituntut untuk tidak kejam, semena-mena membunuh
karena kekejaman yang dilakukan oleh orang tua secara emosional akan
berpengaruh bagi anak yang dikandungnya.
2. Pendidikan Postnatal
Pendidikan postnatal adalah pendidikan yang
dilakukan oleh orang tua setelah anak lahir ke dunia. Setelah manusia lahir
maka proses pendidikan selanjutnya yaitu diberi pendidikan secara tidak
langsung harus dimulai.
Pendidikan ini dimulai sejak pertama kali bayi
baru keluar dari kandungan ibu, seperti dengan mengumandangkan adzan di telinga
kanan dan iqomah di telinga kiri. Hal ini menurut orang Islam perlu dilakukan
agar anak sebelum mendengar apapun terlebih dahulu telah mendengarkan kalimat
tauhid yang akan menjadi pondasi keimanan pada masa selanjutnya.
Ajaran Islam mengajarkan tentang pendidikan
sedini mungkin meskipun tidak secara langsung. Diantaranya hadits Rosululloh
yang mengatakan:
طلب العلم فريضة علي كل مسلم ومسلمة.
Artinya : Mencari ilmu adalah wajib bagi muslim
laki-laki dan Perempuan.
Dari hadits itu dapat diketahui bahwa
pendidikan wajib sejak masih dalam kandungan atau prenatal sebagaimana telah
diuraikan di muka. Sedangkan materi dan metode pendidikan yang disampaikan pada
masa pertama bayi adalah :
a.
Pendidikan
Tauhid
Pendidikan keimanan harus disampaikan pertama
kali sebelum anak mendengar dan menerima pendidikan lain setelah anak lahir.
Karena tauhid merupakan tonggak kehidupan dunia yang dapat mengantarkan
kebahagiaan dunia akhirat.
Dijelaskan dalam hadits Rosul :
افتحوا علي صبيانكم اول كلمة لا اله الاالله
(رواه الحكم)
Artinya: Bukalah kehidupan anakmu yang pertama
kali dengan kalimat Laa Ilaaha illallah. Tiada Tuhan selain Allah.[12]
Adapun metode pendidikan tauhid yang dilakukan
oleh orang tua kepada anak bayinya yang baru lahir yaitu dengan mengumandangkan
kalimat tauhid dengan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga sebelah
kiri.
b.
Pendidikan
Kemanusiaan (Humanitas)
Setelah tauhid (Hablum Minallah) diajarkan
kepada anak, maka pendidikan Humanitas/kemanusiaan (Hablum Minannas) harus
diberikan kepada anak.
Islam mengajarkan bentuk pendidikan kemanusiaan
yang diberikan secara tidak langsung kepada anak oleh orang tua yaitu dengan menyembelih
aqiqoh, pada hari ke tuju dan diberi nama.
Penyembelihan binatang aqiqoh dan pemberian
nama merupakan symbol pendidikan kemanusiaan dimana setelah kambing disembelih,
dagingnya dibagikan kepada fakir miskin atau untuk selamatan sebagai rasa syukur
atas lahirnya anak. Dengan memberikan shodaqoh daging kambing maka secara
kekeluargaan akan lebih erat dan akrab.
Dijelaskan dalam hadits.
عن سمرة رضي الله عنه ان رسول الله صلي الله عليه
وسلم قال : كل غلام مرتهن بعقيقته تذيح عنه يوم سابعه ويخلق ويسمي (رواه احمد
والاربعة وصححه الترمذي).
Artinya: Dari Samurah. Rosulullah bersabda
setiap anak yang dilahirkan digadaikan atas aqiqohnya, sembelihkanlah kambing
atasnya pada hari ke tujuh, cukurlah dan berilah nama. (HR. Ahmad wa Arba’ dan
Tirmidzi).
Dari hadits itu diketahui bahwa aqiqoh
merupakan proses pendidikan oleh orang tua agar anak bisa berkembang secara non
material dan dapat bermanfaat bagi kedua orang tuanya.
Sedangkan pemberian nama merupakan bukti
tanggung jawab pendidikan tidak langsung oleh orang tua kepada anaknya.
Dijelaskan dalam hadits.
عن ابي هريرة قال رسول الله من حق الولد ثلاثة
اشياء ان تحسن اسمه اذا ولد ويعلمه الكتاب اذا عقل ويزوجه اذا ادرك.
Artinya : dari Abu Hurairah, Nabi bersabda :
Setengah kewajiban orang tua memenuhi anak ada tiga yaitu memberi nama yang
baik ketika lahir, untuk mengajarkan, mendidiknya dengan Al Qur’an (agama
Islam)/baca dan tulis, untuk menikahkan apabila telah menginjak dewasa.[14]
Dengan nama yang baik diharapkan seorang anak
dapat mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan punya jiwa optimis karena
bangga dengan nama yang baik.
c.
Pendidikan
Kebersihan
Pendidikan yang harus diberikan kepada anak
dimasa bayi sebagai bentuk pendidikan tidak langsung adalah kebersihan. Karena
unsur di dalam agama adalah kebersihan, dan kebersihan merupakan fitrah
manusia.
Diantara bentuk pendidikan kebersihan ini yaitu
melakukan cukur bagi anak pada saat usia tujuh hari tersebut.
Mengapa dengan cukur, disinyalir bahwa tidak
semua rahim bebas dari penyakit dan steril tetapi banyak juga mempunyai bibit
penyakit Yang paling praktis menghilangkan bibit penyakit di rambut dengan
dicukur sedangkan yang di badan selalu dengan mandi.
D. Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan secara umum pada hakekatnya
adalah suatu harapan yang ingin dicapai dari suatu proses interaksi gerakan
belajar mengajar. Secara umum pula tujuan pendidikan yang hendak dicapai
sangatlah tergantung kepada tata nilai yang dikembangkan dalam melandasi sistem
pendidikan yang dikembangkan.
Tujuan pendidikan Islam dengan demikian
merupakan penggambaran nilai-nilai Islami
yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik pada akhir dari
proses pendidikan adalah mewujudkan nilai-nilai islami dalam pribadi manusia
didik yang diikhtiarkan oleh pendidikan muslim melalui proses yang terminal
pada hasilnya yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa, dan berilmu
pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.[15]
Secara umum orientasi dan tujuan pendidikan
adalah sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an Surat Al Mujadalah ayat 11:
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz
Artinya: Allah akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan
beberapa derajat.[16]
Meskipun demikian sesuai dengan pembahasan di
muka bahwa pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu pendidikan keagamaan dan
pendidikan yang bersifat duniawi, maka dalam pembahasan selanjutnya akan
dijelaskan tentang tujuan pendidikan dari masing-masing pembahasan tersebut.
1.
Tujuan
Pendidikan Keagamaan (Al Ghardhud Dieny)
Tujuan pendidikan islam yang bersifat keagamaan
secara umum dijelaskan oleh Arifin, adalah hidup penuh dengan nilai rohaniah
Islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup akhirat. Tujuan ini difokuskan
kepada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam
melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah.[17]
Hal ini selaras dengan Al Qur’an Surat Al A’laa
14 – 17 yang dijadikan tumpuan cita-cita manusia :
ôs% yxn=øùr& `tB 4ª1ts? ÇÊÍÈ tx.sur zOó$# ¾ÏmÎn/u 4©?|Ásù ÇÊÎÈ ö@t/ tbrãÏO÷sè? no4quysø9$# $u÷R9$# ÇÊÏÈ äotÅzFy$#ur ×öyz #s+ö/r&ur ÇÊÐÈ
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia
sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik
dan lebih kekal.[18]
Secara terperinci tujuan dari pendidikan
keagamaan adalah sebagai berikut :
a.
Melaksanakan
kewajiban, karena menuntut ilmu adalah hukumnya wajib.
Melaksanakan kewajiban adalah ibadah.
b.
Menguasai
ilmu pengetahuan agama.
Dengan menguasai ilmu agama maka pelaksanaan
ibadah akan terlaksana dengan baik dan benar.
c.
Meningkatkan
iman dan taqwa
Dengan melaksanakan kewajiban dan mengetahui
tentang ilmu-ilmu agama maka akan meyakini adanya Allah dengan keyakinan yang
benar, tanpa ilmu maka tidak mungkin keyakinan dan taqwa yang benar akan
tercapai.
d.
Mencari
Ridho Allah
Dengan selalu melaksanakan ibadah yang
dilandaskan kepada keyakinan dan melaksanakan syariat yang benar maka dalam
kehidupannya dapat melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Dengan
demikian karena kita selaku hamba yang taat maka Allah akan meridloi kehidupan
kita. Dengan keridloan Allah itu maka kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
akan tercapai.
2.
Tujuan
Pendidikan Keduniaan (Al Ghardud Dunyawi)
Tujuan pendidikan ini lebih merupakan suatu
upaya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dengan mengacu kepada
pencapaian kebahagiaan hidup duniawi, dengan semaksimal mungkin menggali
potensi alam yang ada untuk kemudahan hidup dengan segala fasilitasnya.
Tujuan pendidikan jenis ini dijelaskan oleh M.
Arifin, dapat dibedakan menjadi bermacam-macam sesuai dengan nilai yang mereka
kembangkan. Sebagai contoh, paham Pragmatisme, menitik beratkan kepada tujuan
pendidikan pada suatu kemanfaatan hidup manusia di dunia dimana ukuran-ukuranya
sangat relatif, tergantung kepada Kebudayaan atau peradaban manusia.
Lain lagi menurut tuntutan hidup ilmu dan
teknologi modern seperti masa kini, meletakkan nilainya pada kemampuan
menciptakan kemajuan hidup manusia didasarkan kepada ilmu dan teknologi tanpa
memperhatikan nilai-nilai rohaniah dan keagamaan yang berada di balik kemajuan
ilmu dan teknologi.
Sedangkan tujuan pendidikan Agama Islam yang
bersifat duniawi mengutamakan pada upaya meningkatkan kemampuan berilmu
pengetahuan dan teknologi manusia dengan iman dan taqwa kepada Allah sebagai
pengendaliannya. Nilai-nilai iman dan taqwa itu tidak lepas dari manusia yang
berilmu dan berteknologi. Sehingga manusia muslim hasil pendidikan Islam adalah
berwujud sosok manusia yang secara mental. Sedangkan prinsip keberhasilan yang
dicapai adalah petunjuk Allah dengan melalui ikhtiar yang sungguh-sungguh.
Dari uraian di atas dapatlah kiranya untuk
diambil garis merah dari kesimpulannya, bahwa tujuan dari pada pendidikan Islam
yang berorientasi kepada nilai-nilai keduniawian adalah sebagai berikut:
a.
Derajat
manusia hidup di dunia yang ditinggikan karena berilmu dan beriman. Disebutkan
dalam Al Qur’an Surat Al Mujadalah ayat 11.
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz
Artinya: Niscaya Allah akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[19]
b.
Adanya
keseimbangan hidup dengan tidak melupakan kehidupan duniawi. (Al Qoshos : 77)
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( ÇÐÐÈ
Artinya : Dan carilah pada apa yang Telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.[20]
c.
Adanya
semangat untuk memajukan kehidupan duniawi dengan mencari karunia Allah yang
ada di muka bumi ini. (
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Artinya :
Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.[21]
d.
Segala
perbuatannya dilandasi dengan nilai ibadah yang akan dilihat dan dinilai oleh
Allah dengan nilai keikhlasan kita dalam melaksanakannya. (At Taubah 105).
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå
Artinya :
"Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu.[22]
3.
Taksonomi
tujuan-tujuan pendidikan
Dari semua uraian tersebut di atas yang
menyangkut tentang tujuan pendidikan Islam baik tujuan yang bersifat
keduniawian, menitikberatkan kepada dua hal, yaitu:
a.
Tujuan
yang menitik beratkan kepada terebentuknya kekuatan manusia secara jasmaniyah.
Tujuan ini sangatlah terkait dengan tugas
manusia di dalam dunia ini yaitu sebagai kholifah di bumi adalah untuk
mewujudkan rohmatan lil alamin, dengan mengoptimalkan sumber daya manusia dan
sumber daya alam yang dilimpahkan Allah kepada kita untuk digali dan
dimanfaatkan demi kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Tugas ini cukup berat sehingga membutuhkan
fisik dan jasmani manusia yang kuat. Dijelaskan oleh Rosululloh dalam sabdanya:
المؤمن
قوي خير واحب الى الله من الؤمن ضعيف (رواه مسلم)
Artinya : Seorang muslim yang kuat lebih baik
dari seorang muslim yang lemah.[23]
Disebutkan dalam Al Qur’an S. Al Baqoroh ayat
247 :
t¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çny#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur
Artinya : Sesungguhnya Allah telah memilihnya
menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang kuat Perkasa.[24]
b.
Tujuan
pendidikan yang menitik beratkan kepada kekuatan rokhaniah. Tujuan ini
Tujuan ini dititik beratkan kepada tercapainya
kemampuan secra batiniyah untuk menerima ajaran islam, menghayati dan
melaksanakannya, sebagai konsekuensi hidup. Juga terbentuknya akhlakul karimah
yang menjadi landasan gerak dalam bersikap menjadi makhluk individu, makhluk
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tujuan secara idiil dari taksonomi tujuan
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1)
Mempunyai
kesadaran bahwa manusia hidup diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah dan
menyembah kepada-Nya.
Dijelaskan dalam Al Qur’an
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.[25]
2)
Tercapainya
kehidupan yang baik dan bahagia dalam kehidupan dunia dan kebahagiaan akhirat.
!$oY/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# ÇËÉÊÈ
Artinya : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". [26]
3)
Tercapainya
harkat, martabat, pangkat yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada kita.
Dijelaskan dalam Al Qur’an
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz
Artinya: Niscaya Allah akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[27]
4)
Didapatkannya
nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia dengan nikmat dunia dan dengan
tidak melupakan kenikmatan akhirat.
Dijelaskan dalam Al Qur’an
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
Artinya:
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[28]
5)
Ikhlas
dalam berbuat dan mempunyai nilai ibadah. Semua pekerjaan dinilai dan
disandarkan kepada niat untuk beribadah kepada Allah.
Dijelaskan dalam Al Qur’an
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ
Artinya: katakanlah sesungguhnya sholatku dan
ibadahku dan hidupku, matiku hanya bagi Allah tuhan sekalian alam.[29]
Demikian uraian singkat tentang proses
pendidikan dari pengertian, metode dan tujuan pendidikan semoga memberi
manfaat.
BAB III
GAMBARAN TENTANG ISI Q.S. ANNISA AYAT 9
A.
Gambaran Sekilas Q.S. An
Nisa : 9
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. (Q.S. An Nisa : 9)1
B.
Makna Mufrodat
Dan hendaklah takut : وليخش
Orang-orang yang : الذين
Seandainya : لو
Mereka meninggalkan :
تركوا
Dari belakang mereka : من خلفهم
Keturunan/anak-anak :
ذرية
Lemah : ضعفا
Mereka khawatir : خافوا
Atas mereka : عليهم
Maka bertaqwalah : فليتقوا
Allah : الله
Dan hendaklah mereka
mengatakan :
وليقولوا
Perkataan : قولا
Yang benar :سديدا
36
C.
Asbabun Nuzul
Ayat ini masih
bersangkut-paut dengan ayat-ayat yang sebelumnya yaitu masih di dalam rangka
pemeliharaan anak yatim. Kalau ayat-ayat
yang tadi diberi perintah kepada
orang-orang yang menjadi wali pengawas anak yatim yang belum dewasa, supaya
harta anak yatim jangan dicurangi, lalu datang ayat yang menegaskan bahwa
laki-laki mendapat bagian dan perempuan mendapat bagian, dan kemudian datang
pula perintah kalau ada anak yatim dan orang-orang miskin hadir ketika tarikh
dibagi hendaklah mereka diberi rezeki juga, maka sekarang ayat ini adalah
peringatan kepada orang-orang yang akan mati, dalam hal mengatur wasiat atau
harta benda yang akan ditinggalkan.
Untuk menjelaskan ayat ini
kita nukilkan cerita tentang sahabat Nabi yang terkemuka, yaitu Sa’ad bin Abi Waqash.
Pada suartu hari dia ditimpa sakit, padahal harta bendanya banyak. Lalu dia
meminta fatwa kepada Rasulullah S.aw, karena dia bermaksud hendak mewasiatkan
harta bendanya itu seluruhnya bagi kepentingan umum. Mulanya beliau hendak
mewasiatkan seluruh bendanya, tetapi dilarang oleh Rasulullah Saw.2
(Maka bertaqwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan
yang tepat”(ujung ayat 9). Lebih dahulu ingatlah dan janganlah sampai waktu
engkau meninggal dunia, anak-anakmu terlantar. Janganlah sampai anak-anak yatim
kelak menjadi anak-anak melarat. Sebab itu bertaqwalah kepada Allah, takutlah
kepada Tuhan ketika engkau mengatur wasiat, jangan sampai karena engkau hendak
menolong orang lain, anakmu sendiri engkau terlantarkan. Dan di dalam mengatur
wasiat itu hendaklah memakai kata yang terang, jelas dan jitu, tidak
menimbulkan keraguan bagi orang-orang yang ditingalkan.
Ayat ini telah memberi
tuntunan, sebagaimana tersebut juga di dalam Surat Al-Baqarah ayat 180, 181 dan
182 (Juz 2), bahwa berwasiat sangat dipentingkan, sehingga kelak ketika
membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan pembagian warisan, dijelaskan oleh
Tuhan, bahwa harta tarikh dibagi ialah setelah lebih dahulu dikeluarkan segala
barang yang telah diwasiatkan atau hutang-hutang. Tetapi di dalam anjuran
berwasiat itu ditekankan lagi jangan sampai wasiat merugikan ahli waris
sendiri, terutama dzurriyah,
yaitu anak cucu.
Engkau, usahakanlah semasa hidup jangan
sampai anak dan cucumu kelak hidup terlantar. Biarlah ada harta peninggalanmu
yang akan mereka jadikan bekal penyambung hidup. Orang kaya secara kayanya,
orang miskin secara miskinnya.
Akhirnya
diperingatkan sekali lagi tentang harta anak yatim, untuk menjadi peringatan
bagi seluruh masyarakat Muslimin. Baik wali pengasuh anak itu, ataupun kekuasaan
Negara yang akan menjadi pengawas keamanan umum. Demikian firman Tuhan.
D.
Pendapat para Mufasir
tentang pemahaman Q.S. An Nisa : 9
1. Menurut Ibnu Abbas di dalam tafsir Tanwirul Miqbas beliau
mengatakan, bahwa mereka menghadiri orang
yang sakit dan mereka menyuruh kepada orang yang sakit tersebut untuk berwasiat
lebih banyak dari tiga kepada anak-anaknya orang yang sakit yang lemah setelah
matinya yaitu jika mereka meninggalkan setelah mati mereka keturunan yang lemah
dan hendaklah mereka takut dan bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah kepada
orang yang sakit dengan perkataan yang adil dalam berwasiat.3
2.
Menurut Imam Jalaluddin
Muhammad bin Ahmad al Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar as
Suyuti di dalam tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengatakan (Dan hendaklah bersikap
waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya
meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal
mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil
(mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka
lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang
terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka
ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya
menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk
para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan
menderita.
"وَلْيَخْشَ"
أَيْ لِيَخَفْ عَلَى الْيَتَامَى
"الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا"
أَيْ قَارَبُوا أَنْ يَتْرُكُوا
"مِنْ خَلْفهمْ"
أَيْ بَعْد مَوْتهمْ
"ذُرِّيَّة ضِعَافًا"
أَوْلَادًا صِغَارًا
"خَافُوا عَلَيْهِمْ"
الضَّيَاع
"فَلْيَتَّقُوا اللَّه"
فِي أَمْر الْيَتَامَى وَلْيَأْتُوا إلَيْهِ مَا
يُحِبُّونَ أَنْ يُفْعَل بِذُرِّيَّتِهِمْ مِنْ بَعْدهمْ
"وَلْيَقُولُوا"
لِمَنْ حَضَرَتْهُ الْوَفَاة
"قَوْلًا سَدِيدًا"
صَوَابًا بِأَنْ يَأْمُرُوهُ أَنْ يَتَصَدَّق بِدُونِ
ثُلُثه وَيَدَع الْبَاقِي لِوَرَثَتِهِ وَلَا يَتْرُكهُمْ عَالَة4
.
3. Menurut Syaikh Al Hajj Ahmad Mushthalih Badawy di dalam
Tafsir Al Qur’anul Karim, di dalam suatu riwayat diterangkan bahwa Rasulullah
SAW bersama Abu Bakar saat berkunjung kepada Jabir bin Abdullah ketika sakit di
Desa Bani Salamah ketika,bertemu dengan Jabir dalam keadaan pingsan kemudian
Nabi meminta ijin kepada sahabat untuk melaksanakan wudlu kemudian Nabi
mencipratkan air ke wajah Jabir kemudian Jabir menjadi sadar kembali,
selanjutnya Jabir mengatakan apa yang Nabi perintahkan kepada dirinya mengenai
harta bendanya kemudian turunlah ayat tersebut (Q.S. An Nisa : 9).5
4. Tafsir Depag (QS An Nisa : 9)
Selanjutnya Allah memperingatkan kepada
orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan,
janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang
kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan
mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada
anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah
mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.
5. Ibnu Katsir :
وَقَوْله
تَعَالَى وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ الْآيَة . قَالَ
عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ اِبْن عَبَّاس : هَذَا فِي الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت
فَيَسْمَعهُ رَجُل يُوصِي بِوَصِيَّةٍ تَضُرّ بِوَرَثَتِهِ فَأَمَرَ اللَّه
تَعَالَى الَّذِي يَسْمَعهُ أَنْ يَتَّقِي اللَّه وَيُوَفِّقهُ وَيُسَدِّدهُ
لِلصَّوَابِ فَيَنْظُر لِوَرَثَتِهِ كَمَا كَانَ يُحِبّ أَنْ يُصْنَع بِوَرَثَتِهِ
إِذَا خَشِيَ عَلَيْهِمْ الضَّيْعَة وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِد وَغَيْر وَاحِد
وَثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَمَّا دَخَلَ عَلَى سَعْد بْن أَبِي وَقَّاص يَعُودهُ قَالَ : يَا
رَسُول اللَّه إِنِّي ذُو مَال وَلَا يَرِثنِي إِلَّا اِبْنَة أَفَأَتَصَدَّق
بِثُلُثَيْ مَالِي قَالَ" لَا " قَالَ : فَالشَّطْر قَالَ " لَا
" قَالَ فَالثُّلُث قَالَ " الثُّلُث , وَالثُّلُث كَثِير " ثُمَّ قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " إِنَّك إِنْ تَذَر وَرَثَتك أَغْنِيَاء خَيْر مِنْ أَنْ تَذَرهُمْ
عَالَة يَتَكَفَّفُونَ النَّاس " وَفِي الصَّحِيح عَنْ اِبْن عَبَّاس قَالَ :
لَوْ أَنَّ النَّاس غَضُّوا مِنْ الثُّلُث إِلَى الرُّبْع فَإِنَّ رَسُول اللَّه
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ قَالَ " الثُّلُث وَالثُّلُث كَثِير
" قَالَ الْفُقَهَاء : إِنْ كَانَ وَرَثَة الْمَيِّت أَغْنِيَاء اُسْتُحِبَّ لِلْمَيِّتِ أَنْ
يَسْتَوْفِي فِي وَصِيَّته الثُّلُث وَإِنْ كَانُوا فُقَرَاء اُسْتُحِبَّ أَنْ
يَنْقُص الثُّلُث وَقِيلَ : الْمُرَاد بِالْآيَةِ فَلْيَتَّقُوا اللَّه فِي
مُبَاشَرَة أَمْوَال الْيَتَامَى " وَلَا يَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا " حَكَاهُ اِبْن جَرِير
مِنْ طَرِيق الْعَوْفِيّ عَنْ اِبْن عَبَّاس وَهُوَ قَوْل حَسَن يَتَأَيَّد بِمَا
بَعْده مِنْ التَّهْدِيد فِي أَكْل أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا أَيْ كَمَا
تُحِبّ أَنْ تُعَامَل ذُرِّيَّتك مِنْ بَعْدك فَعَامِلْ النَّاس فِي ذُرِّيَّاتهمْ
إِذَا وَلِيتهمْ ثُمَّ أَعْلِمْهُمْ أَنَّ مَنْ أَكَلَ أَمْوَال الْيَتَامَى
ظُلْمًا فَإِنَّمَا يَأْكُل فِي بَطْنه نَارًا .
6. Qurthubi :
قَوْله تَعَالَى : " وَلْيَخْشَ " حُذِفَتْ
الْأَلِف مِنْ " لِيَخْشَ " لِلْجَزْمِ بِالْأَمْرِ , وَلَا يَجُوز عِنْد
سِيبَوَيْهِ إِضْمَار لَام الْأَمْر قِيَاسًا عَلَى حُرُوف الْجَرّ إِلَّا فِي
ضَرُورَة الشِّعْر . وَأَجَازَ الْكُوفِيُّونَ حَذْف اللَّام مَعَ الْجَزْم ;
وَأَنْشَدَ الْجُمَيْع :
مُحَمَّدُ تَفْدِ نَفْسَك كُلُّ نَفْسٍ |
إِذَا مَا خِفْت مِنْ شَيْءٍ تَبَالَا |
أَرَادَ لِتَفْدِ , وَمَفْعُول " يَخْشَ " مَحْذُوفٌ
لِدَلَالَةِ الْكَلَام عَلَيْهِ . و " خَافُوا " جَوَابُ " لَوْ
" . التَّقْدِير لَوْ تَرَكُوا لَخَافُوا .
وَيَجُوز حَذْف اللَّام فِي جَوَاب " لَوْ " . وَهَذِهِ الْآيَة قَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي تَأْوِيلهَا
; فَقَالَتْ طَائِفَةٌ : ( هَذَا وَعْظٌ لِلْأَوْصِيَاءِ , أَيْ اِفْعَلُوا
بِالْيَتَامَى مَا تُحِبُّونَ أَنْ يُفْعَل بِأَوْلَادِكُمْ مِنْ بَعْدِكُمْ ) ;
قَالَهُ اِبْن عَبَّاس . وَلِهَذَا قَالَ اللَّه تَعَالَى : " إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا " [ النِّسَاء : 10 ] .
وَقَالَتْ طَائِفَة : الْمُرَاد
جَمِيع النَّاس , أَمَرَهُمْ بِاتِّقَاءِ اللَّه فِي الْأَيْتَام وَأَوْلَاد
النَّاس ; وَإِنْ لَمْ يَكُونُوا فِي حُجُورِهِمْ . وَأَنْ يُشَدِّدُوا لَهُمْ
الْقَوْلَ كَمَا يُرِيد كُلّ وَاحِد مِنْهُمْ أَنْ يُفْعَل بِوَلَدِهِ بَعْدَهُ .
وَمِنْ هَذَا مَا حَكَاهُ الشَّيْبَانِيّ قَالَ : كُنَّا عَلَى قُسْطَنْطِينِيَّة
فِي عَسْكَر مَسْلَمَة بْن عَبْد الْمَلِك , فَجَلَسْنَا يَوْمًا فِي جَمَاعَة
مِنْ أَهْل الْعِلْم فِيهِمْ اِبْن الدَّيْلَمِيّ , فَتَذَاكَرُوا مَا يَكُون مِنْ
أَهْوَال آخِر الزَّمَان . فَقُلْت لَهُ : يَا أَبَا بِشْر , وُدِّي أَلَّا
يَكُونَ لِي وَلَد . فَقَالَ لِي : مَا عَلَيْك ! مَا مِنْ نَسَمَة قَضَى اللَّه
بِخُرُوجِهَا مِنْ رَجُل إِلَّا خَرَجَتْ , أَحَبَّ أَوْ كَرِهَ , وَلَكِنْ إِذَا
أَرَدْت أَنْ تَأْمَنَ عَلَيْهِمْ فَاتَّقِ اللَّه فِي غَيْرهمْ ; ثُمَّ تَلَا
الْآيَة . وَفِي رِوَايَة : أَلَا أَدُلُّك عَلَى أَمْر إِنْ أَنْتَ أَدْرَكْته
نَجَّاك اللَّه مِنْهُ , وَإِنْ تَرَكْت وَلَدًا مِنْ بَعْدك حَفِظَهُمْ اللَّه
فِيك ؟ فَقُلْت : بَلَى ! فَتَلَا هَذِهِ الْآيَة " وَلْيَخْشَ الَّذِينَ
لَوْ تَرَكُوا " إِلَى آخِرهَا . قُلْت : وَمِنْ هَذَا الْمَعْنَى مَا رَوَى
مُحَمَّد بْن كَعْب الْقُرَظِيّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة عَنْ النَّبِيّ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( مَنْ أَحْسَنَ الصَّدَقَةَ جَازَ عَلَى
الصِّرَاط وَمَنْ قَضَى حَاجَةَ أَرْمَلَة أَخْلَفَ اللَّه فِي تَرِكَتِهِ ) .
وَقَوْلٌ ثَالِثٌ قَالَهُ جَمْعٌ مِنْ الْمُفَسِّرِينَ : هَذَا فِي الرَّجُل
يَحْضُرُهُ الْمَوْتُ فَيَقُول لَهُ مَنْ بِحَضْرَتِهِ عِنْد وَصِيَّتِهِ : إِنَّ
اللَّه سَيَرْزُقُ وَلَدَك فَانْظُرْ لِنَفْسِك , وَأَوْصِ بِمَالِك فِي سَبِيل
اللَّه , وَتَصَدَّقْ وَأَعْتِقْ . حَتَّى
يَأْتِيَ عَلَى عَامَّةِ مَالِهِ أَوْ يَسْتَغْرِقَهُ فَيَضُرّ ذَلِكَ
بِوَرَثَتِهِ ; فَنُهُوا عَنْ ذَلِكَ . فَكَأَنَّ الْآيَة تَقُول لَهُمْ : ( كَمَا
تَخْشَوْنَ عَلَى وَرَثَتكُمْ وَذُرِّيَّتِكُمْ بَعْدَكُمْ , فَكَذَلِكَ
فَاخْشَوْا عَلَى وَرَثَة غَيْركُمْ وَلَا تَحْمِلُوهُ عَلَى تَبْذِير مَالِهِ ) ;
قَالَهُ اِبْن عَبَّاس وَقَتَادَة وَالسُّدِّيّ وَابْن جُبَيْر وَالضَّحَّاك
وَمُجَاهِد . رَوَى سَعِيد بْن جُبَيْر عَنْ اِبْن عَبَّاس أَنَّهُ قَالَ : (
إِذَا حَضَرَ الرَّجُلُ الْوَصِيَّةَ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَقُول أَوْصِ بِمَالِك
فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى رَازِقٌ وَلَدَك , وَلَكِنْ يَقُول قَدِّمْ لِنَفْسِك
وَاتْرُكْ لِوَلَدِك ) ; فَذَلِكَ قَوْله تَعَالَى : " فَلْيَتَّقُوا اللَّه " . وَقَالَ مِقْسَم وَحَضْرَمِيّ :
نَزَلَتْ فِي عَكْس هَذَا , وَهُوَ أَنْ
يَقُول لِلْمُحْتَضَرِ مَنْ يَحْضُرُهُ : أَمْسِكْ عَلَى وَرَثَتِك
, وَأَبْقِ لِوَلَدِك فَلَيْسَ أَحَدٌ أَحَقَّ بِمَالِك
مِنْ أَوْلَادِك , وَيَنْهَاهُ عَنْ الْوَصِيَّة ,
فَيَتَضَرَّر بِذَلِكَ ذَوُو الْقُرْبَى وَكُلّ مَنْ يَسْتَحِقُّ أَنْ يُوصَى لَهُ
; فَقِيلَ لَهُمْ : كَمَا تَخْشَوْنَ عَلَى ذُرِّيَّتكُمْ وَتُسَرُّونَ بِأَنْ
يُحْسَنَ إِلَيْهِمْ , فَكَذَلِكَ سَدِّدُوا الْقَوْل فِي جِهَة الْمَسَاكِين
وَالْيَتَامَى , وَاتَّقُوا اللَّه فِي ضَرَرِهِمْ . وَهَذَانِ الْقَوْلَانِ مَبْنِيَّانِ عَلَى وَقْت وُجُوب الْوَصِيَّة
قَبْل نُزُول آيَة الْمَوَارِيث ; رُوِيَ عَنْ سَعِيد بْن جُبَيْر وَابْن
الْمُسَيِّب . قَالَ اِبْن عَطِيَّة : وَهَذَانِ
الْقَوْلَانِ لَا يَطَّرِدُ وَاحِد مِنْهُمَا فِي كُلّ النَّاس , بَلْ النَّاس
صِنْفَانِ ; يَصْلُح لِأَحَدِهِمَا الْقَوْل الْوَاحِد , وَلِآخَر الْقَوْل الثَّانِي . وَذَلِكَ أَنَّ الرَّجُل إِذَا تَرَكَ
وَرَثَته مُسْتَقِلِّينَ بِأَنْفُسِهِمْ أَغْنِيَاء حَسُنَ أَنْ يُنْدَب إِلَى
الْوَصِيَّة , وَيُحْمَل عَلَى أَنْ يُقَدِّم
لِنَفْسِهِ . وَإِذَا تَرَكَ وَرَثَة ضُعَفَاء مُهْمَلِينَ مُقِلِّينَ حَسُنَ أَنْ
يُنْدَب إِلَى التَّرْك لَهُمْ وَالِاحْتِيَاط ; فَإِنَّ أَجْرَهُ فِي قَصْد ذَلِكَ كَأَجْرِهِ فِي الْمَسَاكِين ,
فَالْمُرَاعَاة إِنَّمَا هُوَ الضَّعْف فَيَجِب أَنْ يُمَال مَعَهُ . قُلْت :
وَهَذَا التَّفْصِيل صَحِيح ; لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ السَّلَام لِسَعْدٍ : ( إِنَّك
إِنْ تَذَرْ وَرَثَتك أَغْنِيَاء خَيْر مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَة
يَتَكَفَّفُونَ النَّاس ) . فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لِلْإِنْسَانِ وَلَد , أَوْ كَانَ
وَهُوَ غَنِيّ مُسْتَقِلّ بِنَفْسِهِ وَمَاله عَنْ أَبِيهِ فَقَدْ أُمِنَ عَلَيْهِ
; فَالْأَوْلَى بِالْإِنْسَانِ حِينَئِذٍ تَقْدِيم مَاله بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى
لَا يُنْفِقهُ مَنْ بَعْده فِيمَا لَا يَصْلُح , فَيَكُون وِزْرُهُ عَلَيْهِ
.
7. Thabari :
الْقَوْل فِي تَأْوِيل قَوْله
تَعَالَى :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّه }
اِخْتَلَفَ أَهْل التَّأْوِيل فِي تَأْوِيل ذَلِكَ , فَقَالَ بَعْضهمْ :
{ وَلْيَخْشَ }
لِيَخَفْ الَّذِينَ يَحْضُرُونَ مُوصِيًا يُوصِي فِي مَاله أَنْ يَأْمُرهُ
بِتَفْرِيقِ مَاله وَصِيَّة بِهِ فِيمَنْ لَا يَرِثهُ , وَلَكِنْ لِيَأْمُرهُ أَنْ
يُبْقِيَ مَاله لِوَلَدِهِ , كَمَا لَوْ كَانَ هُوَ الْمُوصِي ,
يَسُرّهُ أَنْ يَحُثّهُ مَنْ يَحْضُرهُ عَلَى حِفْظ مَاله لِوَلَدِهِ , وَأَنْ لَا
يَدَعهُمْ عَالَة مَعَ ضَعْفهمْ وَعَجْزهمْ عَنْ التَّصَرُّف وَالِاحْتِيَال .
ذِكْر مَنْ قَالَ ذَلِكَ : 6926 - حَدَّثَنِي عَلِيّ بْن دَاوُد , قَالَ : ثنا
عَبْد اللَّه بْن صَالِح , قَالَ : ثني مُعَاوِيَة بْن صَالِح , عَنْ عَلِيّ بْن
أَبِي طَلْحَة , عَنْ اِبْن عَبَّاس , قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ } . ..
إِلَى آخِر الْآيَة . فَهَذَا فِي الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت فَيَسْمَعهُ
يُوصِي بِوَصِيَّةٍ تَضُرّ بِوَرَثَتِهِ , فَأَمَرَ اللَّه سُبْحَانه الَّذِي
يَسْمَعهُ أَنْ يَتَّقِي اللَّه وَيُوَفِّقهُ وَيُسَدِّدهُ لِلصَّوَابِ ,
وَلْيَنْظُرْ لِوَرَثَتِهِ كَمَا كَانَ يُحِبّ أَنْ يَصْنَع لِوَرَثَتِهِ إِذَا
خَشِيَ عَلَيْهِمْ الضَّيْعَة .
6927 - حَدَّثَنَا عَلِيّ , قَالَ : ثنا عَبْد اللَّه
بْن صَالِح , قَالَ : ثني مُعَاوِيَة , عَنْ عَلِيّ
بْن أَبِي طَلْحَة , عَنْ اِبْن عَبَّاس , قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ }
يَعْنِي : الَّذِي يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيُقَال لَهُ : تَصَدَّقْ مِنْ مَالك
, وَأَعْتَقَ , وَأَعْطِ مِنْهُ فِي سَبِيل اللَّه ,
فَنُهُوا أَنْ يَأْمُرُوهُ بِذَلِكَ . يَعْنِي : أَنَّ مَنْ حَضَرَ مِنْكُمْ مَرِيضًا عِنْد الْمَوْت , فَلَا يَأْمُرهُ
أَنْ يُنْفِق مَاله فِي الْعِتْق أَوْ الصَّدَقَة أَوْ فِي سَبِيل اللَّه ,
وَلَكِنْ يَأْمُرهُ أَنْ يُبَيِّن مَاله , وَمَا عَلَيْهِ مِنْ دَيْن , وَيُوصِي
فِي مَاله لِذَوِي قَرَابَته الَّذِينَ لَا يَرِثُونَ , وَيُوصِي لَهُمْ
بِالْخُمُسِ أَوْ الرُّبُع . يَقُول : أَلَيْسَ يَكْرَه أَحَدكُمْ إِذَا مَاتَ
وَلَهُ وَلَد ضِعَاف - يَعْنِي
صِغَارًا - أَنْ يَتْرُكهُمْ بِغَيْرِ مَال , فَيَكُونُوا عِيَالًا عَلَى النَّاس
؟ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ تَأْمُرُوهُ بِمَا لَا تَرْضَوْنَ بِهِ لِأَنْفُسِكُمْ
وَلَا أَوْلَادكُمْ وَلَكِنْ قُولُوا الْحَقّ مِنْ ذَلِكَ .
6928 - حَدَّثَنَا بِشْر بْن مُعَاذ , قَالَ : ثنا
يَزِيد , قَالَ : ثنا سَعِيد , عَنْ قَتَادَة , قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }
قَالَ : يَقُول : مَنْ حَضَرَ مَيِّتًا فَلْيَأْمُرْهُ بِالْعَدْلِ
وَالْإِحْسَان , وَلِيَنْهَهُ عَنْ الْحَيْف وَالْجَوْر فِي وَصِيَّته ,
وَلْيَخْشَ عَلَى عِيَاله مَا كَانَ خَائِفًا عَلَى عِيَاله لَوْ نَزَلَ بِهِ
الْمَوْت.
* - حَدَّثَنَا الْحَسَن بْن يَحْيَى , قَالَ
: أَخْبَرَنَا عَبْد الرَّزَّاق , قَالَ : أَخْبَرَنَا
مَعْمَر , عَنْ قَتَادَة فِي قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }
قَالَ : إِذَا حَضَرَتْ وَصِيَّة مَيِّت , فَمُرْهُ بِمَا
كُنْت آمِرًا نَفْسك بِمَا تَتَقَرَّب بِهِ إِلَى اللَّه , وَخَفْ فِي ذَلِكَ مَا
كُنْت خَائِفًا عَلَى ضَعَفَتك لَوْ تَرَكْتهمْ بَعْدك . يَقُول
: فَاتَّقِ اللَّه وَقُلْ قَوْلًا سَدِيدًا , إِنْ هُوَ
زَاغَ .
6929 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن الْحُسَيْن , قَالَ :
ثنا أَحْمَد بْن الْمُفَضَّل , قَالَ : ثنا أَسْبَاط ,
عَنْ السُّدِّيّ :
{
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا
عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّه وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا }
الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيَحْضُرهُ الْقَوْم عِنْد الْوَصِيَّة ,
فَلَا يَنْبَغِي لَهُمْ أَنْ يَقُولُوا لَهُ : أَوْصِ بِمَالِكَ كُلّه وَقَدِّمْ
لِنَفْسِك , فَإِنَّ اللَّه سَيَرْزُقُ عِيَالك , وَلَا يَتْرُكُوهُ يُوصِي
بِمَالِهِ كُلّه , يَقُول لِلَّذِينَ حَضَرُوا :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ }
فَيَقُول كَمَا يَخَاف أَحَدكُمْ عَلَى عِيَاله لَوْ مَاتَ - إِذْ يَتْرُكهُمْ
صِغَارًا ضِعَافًا لَا شَيْء لَهُمْ - الضَّيْعَة بَعْده , فَلْيَخَفْ ذَلِكَ
عَلَى عِيَال أَخِيهِ الْمُسْلِم , فَيَقُول لَهُ الْقَوْل السَّدِيد .
6930 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن بَشَّار , قَالَ : ثنا
عَبْد الرَّحْمَن , قَالَ : ثنا سُفْيَان , عَنْ حَبِيب , قَالَ : ذَهَبْت أَنَا وَالْحَكَم بْن عُيَيْنَة إِلَى
سَعِيد بْن جُبَيْر , فَسَأَلْنَاهُ عَنْ قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }. ..
الْآيَة , قَالَ : قَالَ الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيَقُول لَهُ مَنْ
يَحْضُرهُ : اِتَّقِ اللَّه , صِلْهُمْ , أَعْطِهِمْ ,
بِرّهمْ , وَلَوْ كَانُوا : هُمْ الَّذِينَ يَأْمُرهُمْ بِالْوَصِيَّةِ
لَأَحَبُّوا أَنْ يَبْقَوْا لِأَوْلَادِهِمْ .
* - حَدَّثَنَا الْحَسَن بْن يَحْيَى , قَالَ :
أَخْبَرَنَا عَبْد الرَّزَّاق , قَالَ : أَخْبَرَنَا
الثَّوْرِيّ , عَنْ حَبِيب بْن أَبِي ثَابِت , عَنْ سَعِيد بْن جُبَيْر فِي قَوْله
:
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }
قَالَ : يَحْضُرهُمْ الْيَتَامَى فَيَقُولُونَ : اِتَّقِ اللَّه وَصِلْهُمْ
وَأَعْطِهِمْ , فَلَوْ كَانُوا هُمْ لَأَحَبُّوا أَنْ يُبْقُوا لِأَوْلَادِهِمْ .
6931 - حَدَّثَنِي يَحْيَى بْن أَبِي طَالِب , قَالَ :
أَخْبَرَنَا يَزِيد , قَالَ : أَخْبَرَنَا جُوَيْبِر , عَنْ الضَّحَّاك فِي قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا } .
..
الْآيَة , يَقُول : إِذَا حَضَرَ أَحَدكُمْ مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْت عِنْد
وَصِيَّته , فَلَا يَقُلْ : أَعْتِقْ مِنْ مَالك وَتَصَدَّقْ , فَيُفَرِّق مَاله
وَيَدَع أَهْله عَيْلًا , وَلَكِنْ مُرُوهُ فَلْيَكْتُبْ مَاله مِنْ دَيْن وَمَا
عَلَيْهِ , وَيَجْعَل مِنْ مَاله لِذَوِي قَرَابَته خُمُس مَاله , وَيَدَع
سَائِرَهُ لِوَرَثَتِهِ .
6932 - حَدَّثَنِي مُحَمَّد بْن عَمْرو , قَالَ : ثنا
أَبُو عَاصِم , قَالَ : ثنا عِيسَى , عَنْ اِبْن
أَبِي نَجِيح , عَنْ مُجَاهِد فِي قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ }. ..
الْآيَة . قَالَ : هَذَا يُفَرِّق الْمَال حِين يُقَسَّم
, فَيَقُول الَّذِينَ يَحْضُرُونَ : أَقْلَلْت زِدْ
فُلَانًا ! فَيَقُول اللَّه تَعَالَى :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ }
فَلْيَخْشَ أُولَئِكَ وَلْيَقُولُوا فِيهِمْ مِثْل مَا يُحِبّ أَحَدهمْ أَنْ
يُقَال فِي وَلَده بِالْعَدْلِ إِذَا أَكْثَرَ : أَبْقِ عَلَى وَلَدك .
وَقَالَ آخَرُونَ : بَلْ مَعْنَى ذَلِكَ : وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ يَحْضُرُونَ الْمُوصِي وَهُوَ يُوصِي , الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ
خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا فَخَافُوا عَلَيْهِمْ الضَّيْعَة مِنْ ضَعْفهمْ
وَطُفُولَتهمْ , أَنْ يُنْهُوهُ عَنْ الْوَصِيَّة لِأَقْرِبَائِهِ , وَأَنْ
يَأْمُرهُ بِإِمْسَاكِ مَاله وَالتَّحَفُّظ بِهِ لِوَلَدِهِ , وَهُمْ لَوْ كَانُوا
مِنْ أَقْرِبَاء الْمُوصِي لَسَرَّهُمْ أَنْ يُوصِيَ لَهُمْ . ذِكْر مَنْ قَالَ
ذَلِكَ : 6933 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن بَشَّار , قَالَ : ثنا عَبْد الرَّحْمَن
, قَالَ : ثنا سُفْيَان , عَنْ حَبِيب , قَالَ : ذَهَبْت
أَنَا وَالْحَكَم بْن عُيَيْنَة , فَأَتَيْنَا مِقْسَمًا , فَسَأَلْنَاهُ ,
يَعْنِي عَنْ قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا } .
..
الْآيَة , فَقَالَ : مَا قَالَ سَعِيد بْن جُبَيْر ؟ فَقُلْنَا : كَذَا
وَكَذَا . فَقَالَ : وَلَكِنَّهُ الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت , فَيَقُول لَهُ
مَنْ يَحْضُرهُ : اِتَّقِ اللَّه وَأَمْسِكْ عَلَيْك مَالك , فَلَيْسَ أَحَد
أَحَقّ بِمَالِكَ مِنْ وَلَدك ! وَلَوْ كَانَ الَّذِي يُوصِي ذَا قَرَابَة لَهُمْ
, لَأَحَبُّوا أَنْ يُوصِي لَهُمْ .
6934 - حَدَّثَنَا الْحَسَن بْن يَحْيَى , قَالَ :
أَخْبَرَنَا عَبْد الرَّزَّاق , قَالَ : أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيّ , عَنْ حَبِيب
بْن أَبِي ثَابِت قَالَ : قَالَ مِقْسَم :
هُمْ الَّذِينَ يَقُولُونَ : اِتَّقِ اللَّه وَأَمْسِك عَلَيْك مَالك , فَلَوْ كَانَ ذَا قَرَابَة
لَهُمْ لَأَحَبُّوا أَنْ يُوصِي لَهُمْ .
6935 - حَدَّثَنَا مُحَمَّد بْن عَبْد الْأَعْلَى ,
قَالَ : ثنا الْمُعْتَمِر بْن سُلَيْمَان , عَنْ أَبِيهِ , قَالَ
: زَعَمَ حَضْرَمِيّ , وَقَرَأَ :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا }
قَالَ : قَالُوا حَقِيق أَنْ يَأْمُر صَاحِب الْوَصِيَّة بِالْوَصِيَّةِ
لِأَهْلِهَا , كَمَا أَنْ لَوْ كَانَتْ ذُرِّيَّة نَفْسه بِتِلْكَ الْمَنْزِلَة
لَأَحَبَّ أَنْ يُوصِي لَهُمْ , وَإِنْ كَانَ هُوَ الْوَارِث فَلَا يَمْنَعهُ
ذَلِكَ أَنْ يَأْمُرهُ بِاَلَّذِي يَحِقّ عَلَيْهِ , فَإِنَّ وَلَده لَوْ كَانُوا
بِتِلْكَ الْمَنْزِلَة أَحَبَّ أَنْ يَحُثّ عَلَيْهِ , فَلْيَتَّقِ اللَّه هُوَ ,
فَلْيَأْمُرْهُ بِالْوَصِيَّةِ وَإِنْ كَانَ هُوَ الْوَارِث , أَوْ نَحْوًا مِنْ
ذَلِكَ .
وَقَالَ آخَرُونَ : بَلْ مَعْنَى ذَلِكَ أَمْر مِنْ
اللَّه وُلَاة الْيَتَامَى أَنْ يَلُوهُمْ بِالْإِحْسَانِ إِلَيْهِمْ فِي
أَنْفُسهمْ وَأَمْوَالهمْ , وَلَا يَأْكُلُوا أَمْوَالهمْ إِسْرَافًا وَبِدَارًا
أَنْ يَكْبَرُوا , وَأَنْ يَكُونُوا لَهُمْ كَمَا يُحِبُّونَ أَنْ يَكُون وُلَاة
وَلَده الصِّغَار بَعْدهمْ لَهُمْ بِالْإِحْسَانِ إِلَيْهِمْ لَوْ كَانُوا هُمْ
الَّذِينَ مَاتُوا وَتَرَكُوا أَوْلَادهمْ يَتَامَى صِغَارًا . ذِكْر مَنْ قَالَ
ذَلِكَ : 6936 - حَدَّثَنِي مُحَمَّد بْن سَعْد , قَالَ : ثني أَبِي , قَالَ : ثني
عَمِّي , قَالَ : ثني أَبِي , عَنْ أَبِيهِ ,
عَنْ اِبْن عَبَّاس , قَوْله :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ }
يَعْنِي بِذَلِكَ : الرَّجُل يَمُوت وَلَهُ أَوْلَاد
صِغَار ضِعَاف يَخَاف عَلَيْهِمْ الْعَيْلَة وَالضَّيْعَة , وَيَخَاف بَعْده أَنْ
لَا يُحْسِن إِلَيْهِمْ مَنْ يَلِيهِمْ , يَقُول : فَإِنْ
وَلِيَ مِثْل ذُرِّيَّته ضِعَافًا يَتَامَى , فَلْيُحْسِنْ إِلَيْهِمْ , وَلَا
يَأْكُل أَمْوَالهمْ إِسْرَافًا وَبِدَارًا خَشْيَة أَنْ يَكْبَرُوا ,
فَلْيَتَّقُوا اللَّه , وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .
وَقَالَ آخَرُونَ : مَعْنَى ذَلِكَ : وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ ,
فَلْيَتَّقُوا اللَّه وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا , يَكْفِيهِمْ اللَّه أَمْر
ذُرِّيَّتهمْ بَعْدهمْ . ذِكْر مَنْ قَالَ ذَلِكَ : 6937 - حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيم
بْن عَطِيَّة بْن دُرَيْج بْن عَطِيَّة , قَالَ : ثني عَمِّي مُحَمَّد بْن دُرَيْج
, عَنْ أَبِيهِ , عَنْ الشَّيْبَانِيّ , قَالَ :
كُنَّا بِالْقُسْطَنْطِينِيَّةِ أَيَّام مَسْلَمَة
بْن عَبْد الْمَلِك , وَفِينَا اِبْن مُحَيْرِيز وَابْن الدَّيْلَمِيّ وَهَانِئ
بْن كُلْثُوم , قَالَ : فَجَعَلْنَا نَتَذَاكَر مَا يَكُون فِي آخِر الزَّمَان ,
قَالَ : فَضِقْت ذَرْعًا بِمَا سَمِعْت , قَالَ : فَقُلْت لِابْنِ الدَّيْلَمِيّ : يَا أَبَا بِشْر بِوُدِّي
أَنَّهُ لَا يُولَد لِي وَلَد أَبَدًا ! قَالَ : فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى
مَنْكِبِي وَقَالَ : يَا اِبْن أَخِي
لَا تَفْعَل , فَإِنَّهُ لَيْسَتْ مِنْ نَسَمَة كَتَبَ اللَّه لَهَا أَنْ تَخْرُج
مِنْ صُلْب رَجُل , إِلَّا وَهِيَ خَارِجَة إِنْ شَاءَ وَإِنْ أَبَى . قَالَ :
أَلَا أَدُلّك عَلَى أَمْر إِنْ أَنْتَ أَدْرَكْته نَجَّاك اللَّه مِنْهُ , وَإِنْ
تَرَكْت وَلَدك مِنْ بَعْدك حَفِظَهُمْ اللَّه فِيك ؟ قَالَ : قُلْت بَلَى , قَالَ : فَتَلَا عِنْد ذَلِكَ هَذِهِ الْآيَة
:
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ ذُرِّيَّة ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّه وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا }
.
قَالَ أَبُو جَعْفَر : وَأَوْلَى التَّأْوِيلَات بِالْآيَةِ قَوْل مَنْ قَالَ : تَأْوِيل ذَلِكَ
: وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ
ذُرِّيَّة ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ الْعَيْلَة لَوْ كَانُوا فَرَّقُوا
أَمْوَالهمْ فِي حَيَاتهمْ , أَوْ قَسَّمُوهَا وَصِيَّة مِنْهُمْ بِهَا لِأُولِي
قَرَابَتهمْ وَأَهْل الْيُتْم وَالْمَسْكَنَة , فَأَبْقَوْا أَمْوَالهمْ
لِوَلَدِهِمْ خَشْيَة الْعَيْلَة عَلَيْهِمْ بَعْدهمْ مَعَ ضَعْفهمْ وَعَجْزهمْ
عَنْ الْمَطَالِب , فَلْيَأْمُرُوا مَنْ حَضَرُوهُ , وَهُوَ يُوصِي لِذَوِي
قَرَابَته - وَفِي الْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين وَفِي غَيْر ذَلِكَ - بِمَالِهِ
بِالْعَدْلِ , وَلْيَتَّقُوا اللَّه , وَلْيَقُولُوا
قَوْلًا سَدِيدًا , وَهُوَ أَنْ يُعَرِّفُوهُ مَا أَبَاحَ اللَّه لَهُ مِنْ
الْوَصِيَّة وَمَا اِخْتَارَهُ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ أَهْل الْإِيمَان بِاَللَّهِ
وَبِكِتَابِهِ وَسُنَّته. وَإِنَّمَا قُلْنَا ذَلِكَ بِتَأْوِيلِ الْآيَة أَوْلَى
مِنْ غَيْره مِنْ التَّأْوِيلَات لِمَا قَدْ ذَكَرْنَا فِيمَا مَضَى قَبْل , مِنْ
أَنَّ مَعْنَى قَوْله :
{ وَإِذَا حَضَرَ
الْقِسْمَة أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ
وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا }
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين
فَأَوْصُوا لَهُمْ , بِمَا قَدْ دَلَّلْنَا عَلَيْهِ مِنْ الْأَدِلَّة . فَإِذَا
كَانَ ذَلِكَ تَأْوِيل قَوْله :
{ وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين
} . ..
الْآيَة , فَالْوَاجِب أَنْ يَكُون قَوْله تَعَالَى ذِكْره :
{ وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ }
تَأْدِيبًا مِنْهُ عِبَاده فِي أَمْر الْوَصِيَّة بِمَا أَذِنَهُمْ فِيهِ ,
إِذْ كَانَ ذَلِكَ عَقِيب الْآيَة الَّتِي قَبْلهَا فِي حُكْم الْوَصِيَّة ,
وَكَانَ أَظْهَر مَعَانِيه مَا قُلْنَا , فَإِلْحَاق حُكْمه بِحُكْمِ مَا قَبْله
أَوْلَى مَعَ اِشْتِبَاه مَعَانِيهمَا مِنْ صَرْف حُكْمه إِلَى غَيْره بِمَا هُوَ
لَهُ غَيْر مُشَبَّه .
8. Muntakhab
وعلى الناس ألا
يظلموا اليتامى وليخافوا على ذريتهم الضعاف أن ينالهم من الظلم ما يفعلونه مع
اليتامى وليتقوا الله فيهم وليقولوا قولا مسددا نحو الحق غير ظالم لأحد.
9. Sa’di
قيل: إن هذا خطاب لمن يحضر, من حضره الموت وأجنف في وصيته, أن يأمره بالعدل في
وصيته, والمساواة فيها بدليل قوله.
" وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا "
أي: سدادا, موافقا للقسط والمعروف. وأنهم يأمرون من يريد الوصية على أولاده, بما يحبون معاملة أولادهم بعدهم. وقيل: إن المراد بذلك, أولياء
السفهاء, من المجانين, والصغار, والضعاف, أن يعاملوهم في مصالحهم الدينية
والدنيوية, بما يحبون أن يعامل به من بعدهم, من ذريتهم الضعاف.
" فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ "
في ولايتهم لغيرهم, أي: يعاملونهم بما فيه تقوى الله, من عدم إهانتهم, والقيام
عليهم, وإلزامهم لتقوى الله.
10. Zabad
هم
الأوصياء , وفيه وعظ لهم بأن يفعلوا باليتامى الذين في حجورهم ما يحبون أن يفعل
بأولادهم من بعدهم .
11. Muyassar
وليخف الذين لو ماتوا وتركوا من خلفهم أبناء
صغارا ضعافا خافوا عليهم الظلم والضياع, فليراقبوا الله فيمن تحت أيديهم من
اليتامى وغيرهم, وذلك بحفظ أموالهم, وحسن تربيتهم, ودفع الأذى عنهم, وليقولوا لهم قولا موافقا للعدل
والمعروف
BAB IV
ANALISA URGENSI
PEMBENTUKAN KELUARGA YANG KUAT
DAN IMPLIKASINYA DALAM
PENDIDIKAN ANAK
Kegiatan atau proses belajar mengajar adalah
merupakan suatu interaksi yang terdiri dari beberapa unsur. Antara satu unsur
dengan unsur yang lain adalah saling terkait dan saling mendukung. Artinya
sebuah pendidikan akan berhasil dengan baik apabila unsur yang ada lengkap dan
berfungsi sebagaimana mestinya.
Diantara unsur-unsur yang terkait itu adalah :
1.
Guru
yang mengajar / orang tua
Guru adalah orang yang memberikan / atau
menyampaikan pelajaran baik guru secara langsung ataupun peralatan lain yang
berfungsi sebagaimana guru.
2.
Murid
yang belajar / anak-anak
Murid adalah peserta didik artinya orang yang
secara sadar siap untuk menerima pelajaran untuk Menambah ilmu pengetahuan.
3.
Alat
Pelajaran
Alat dalam hal ini adalah sarana dan prasarana
yang disampaikan ataupun alat bantu untuk menyampaikan materi pelajaran. Yang
termasuk dalam alat pelajaran dalam hal ini adalah materi pelajaran, rencana
pemebelajaran, proses pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan tujuan
pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya akan dibahas tentang
sarana dan prasarana ini mulai dari pengertiannya sebagai berikut:
D. Pengertian
Sarana dan Prasarana
Pengertian sarana dan prasarana dalam
pembahasan ini penulis mengkonotasikan dengan alat pendidikan atau media
pendidikan. Hal ini menurut hemat penulis bahwa antara sarana dan prasarana
dengan alat atau media pendidikan mempunyai kesamaan pengertian. Lebih lanjut
tentang sarana prasarana pendidikan atau alat atau media pendidikan ini dikemukakan
oleh para pakar pendidikan yang dikutip oleh Zakiyah Darojat sebagai berikut:
1.
48
Menurut Rustiyah NK, dkk: “Media pendidikan
adalah alat, metode, teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan
efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
2.
Menurut
Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely : Media adalah sumber pelajaran. Secara
luas media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang membuat
kondisi siswa mungkin memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.1
Dari pendapat tersebut di atas kirang dapat
diambil pengertian secara umum yang dimaksud dengan alat/sarana dan prasarana
pendidikan adalah suatu media, wahana, segala sesuatu yang dapat dipakai dalam
pendidikan yang berfungsi memperjelas dan Menambah kepahaman siswa dalam
menerima pendidikan dan pengajaran sehingga interaksi proses belajar mengajar
lebih efektif, efisien dan dapat mencapai tujuan dengan optimal dan maksimal.
Dijelaskan oleh KH. Humam Nashirudin, dalam
terjemaham Ta’lim Muta’alim tentang kunci sukses dalam belajar yaitu :
“Ketahuilah bahwa kita dapat mendapatkan ilmu kecuali melalui enam perkara yaitu cerdas, telaten/tekun, sabar,
perbekalan yang cukup, petunjuk guru, waktu yang panjang”.2
Dari pendapat tersebut di atas dapat diketahui
bahwa sarana dan prasarana atau media, alat pendidikan ditinjau dari jenis dan
macamnya banyak sekali. Tetapi secara global dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu sarana prasarana yang berupa fisik dan sarana prasarana yang berupa non
fisik.
1.
Sarana
dan prasarana fisik
Sarana dan prasarana fisik adalah suatu alat
atau media sebagai fasilitas yang dapat membantu tercapainya proses pendidikan
dan pengajaran dengan baik yang berupa fisik. Baik fisik hidup seperti guru,
siswa, pembantu sekolah, maupun fisik mati seperti buku panduan, alat peraga,
alat pelajaran, pergedungan, rencana pembelajaran, alat evaluasi, ataupun
fasilitas lain yang berupa kebendaan.
2.
Sarana
dan prasarana non fisik
Sarana dan prasarana non fisik adalah suatu
alat atau media sebagai fasilitas yang dapat membantu tercapainya proses
pendidikan dan pengajaran dengan baik yang berupa non fisik. Baik sarana
prasarana non fisik material kebendaan seperti hadiah, hukuman ataupun sara
prasarana non fisik yang berupa non material seperti motivasi, contoh-contoh,
ataupun hal lain yang dapat mendukung adanya peningkatan tujuan pendidikan.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah diketahui
bahwa sarana pendidikan baik yang berupa fisik maupun yang berupa non fisik.
Keberadaannya adalah sangat mendukung untuk tercapainya tujuan pendidikan yang
lebih baik. Baik tujuan dalam rangka transformasi ilmu pengetahuan maupun
tujuan dalam rangka pembinaan mental spiritual. Transformasi ilmu pengetahuan
ditandai dengan peningkatan intelektual, kecerdasan dan kepandaian sedangkan
peningkatan mental spiritual adalah adanya peningkatan kualitas iman, akhlak
dan budi pekerti.
Untuk lebih memperjelas dan Menambah wawasan
tentang pendidikan Islam khususnya menyangkut tentang sarana dan prasarana
dalam poin selanjutnya akan dibahas tentang sarana dan prasarana pendidikan
menurut Al Qur’an sebagai landasan fundamental yang universal tentulah segala sesuatu baik yang
menyangkut pendidikan maupun yang menyangkut faktor kehidupan lain akan banyak
dibahas di dalamnya.
E. Sarana
dan Prasarana Pendidikan Menurut Al Qur’an
Tindakan belajar adalah suatu interaksi yang
terdiri dari beberapa hal yang terkait di dalamnya, baik keterlibatan secara
aktif dalam arti sebagai pelaku atau keterlibatan secara pasif dalam arti
sebagai faktor pendorong untuk tercapainya tujuan pendidikan. Faktor-faktor
yang terlibat dalam pendidikan bisa disebut juga dengan sarana dan prasarana
atau alat pendidikan.
Al Qur’an banyak menjelaskan tentang pendidikan
dari materi pendidikan, tujuan pendidikan termasuk dalam hal ini sarana dan
prasarana pendidikan. Baik sarana pendidikan yang berkategori non fisik maupun
yang fisik. Diantara sarana itu dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut:
1.
Sarana
fisik
Dijelaskan di muka bahwa saran fisik yang
dimaksud adalah hal-hal yang membentuk pelaksanaan pendidikan menjadi lebih
baik dan dapat mewujudkan tujuan pendidikan secara efisien dan efektif yang
berbentuk fisik material.
Yang termasuk dalam kategori sarana prasarana
fisik material adalah:
a.
Guru
b.
Murid
c.
Materi
pelajaran
d.
Alat-alat
peraga / alat tulis
e.
Metodologi
pengajaran
f.
Pergedungan
Lebih lanjut sarana prasarana fisik dijelaskan
berdasarkan ayat Al Qur’an :
a.
Guru /
Pengajar
Guru adalah orang yang menyampaikan pelajaran /
pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Guru yang langsung
dalam arti langsung bertatap muka dalam satu media tertentu seperti sekolah,
kuliah ataupun yang lain. Sedangkan yang tidak langsung orang yang mendidik
dengan tidak secara langsung seperti pelajaran yang disampaikan oleh Nabi
Khidir kepada Nabi Musa dalam Kisah Ashabul Kahfi.
Tentang fungsi dan peran guru ini hanya
diterangkan dalam Al Qur’an
ôs)s9ur $uZù=yör& %·nqçR 4n<Î) ÿ¾ÏmÏBöqs% ÎoTÎ) öNä3s9 ÖÉtR êúüÎ7B ÇËÎÈ br& w (#ÿrßç7÷ès? wÎ) ©!$#
Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus
Nuh kepada kaumnya, (Dia berkata): "Sesungguhnya Aku adalah pemberi
peringatan yang nyata bagi kamu, Agar kamu tidak menyembah selain Allah.3
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Hud adalah
merupakan Rasul atau guru bagi kaumnya untuk mengajarkan kepada mereka tentang
Tuhannya, dan agar jangan menyembah kepada selain Dia. Dalam Surat Hud ayat 50
4n<Î)ur >%tæ öNèd%s{r& #Yqèd 4 tA$s% ÉQöqs)»t (#rßç6ôã$# ©!$# $tB Nà6s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ÿ¼çnçöxî ( ÷bÎ) óOçFRr& wÎ) crçtIøÿãB
Artinya : Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus)
saudara mereka, Huud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.4
Ayat ini masih menjelaskan tentang Nabi Hud,
yang diutus kepada kaum ‘Ad untuk mengajak mereka menyembah kepada Allah. Dan
masih banyak lagi ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang Rosul dalam arti guru
yang menjelaskan kepada kita tentang hal ikhwal kehidupan ini.
b.
Murid
dan peserta didik
Murid atau peserta didik adalah obyek atau
Sasaran dari pendidikan itu sendiri. Dalam statusnya ada murid yang langsung
dalam arti siswa sekolah ataupun murid yang tidak langsung seperti Rasul
terhadap umatnya. Umat dalam kapasitasnya disini adalah sebagai murid yang
harus menerima pendidikan dan pengajaran untuk diamalkan sebagai pedoman
tingkah laku.
Dijelaskan dalam Q.S. Al Maidah ayat 15:
@÷dr'¯»t É=»tGÅ6ø9$# ôs% öNà2uä!$y_ $oYä9qßu ÚúÎiüt7ã öNä3s9 #ZÏW2 $£JÏiB öNçFYà2 cqàÿøéB z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# (#qàÿ÷ètur Ætã 9ÏV2
Artinya : Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah
datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang
kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.5
Ayat ini menjelaskan bahwa obyek dari
pendidikan adalah ahli kitab, yang telah tidak ada peringatan (Rasul) yang
datang sehingga melupakan dan menyembunyikan isi Al Kitab. Maka kehadiran Rasul
Muhammad untuk menjelaskan kepada mereka tentang itu semua.
Dalam ayat lain dijelaskan:
øÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ÉQöqs)»t (#rãä.ø$# spyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ
Artinya : Dan ingatlah ketika musa berkata
kepada kaumnya, hai ingatlah nikmat Allah atasmu… (Al Maidah 20).6
Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa Musa
adalah sebagai guru dan kaumnya adalah murid yang sedang lupa atas nikmat Allah
sehingga diingatkan untuk selalu ingat pada nikmat Allah.
c.
Materi
Pelajaran
Materi pelajaran adalah serangkaian pelajaran
yang harus disampaikan oleh seorang guru kepada murid. Banyak ayat Al Qur’an
yang secara gamblang menjelaskan tentang materi pendidikan yang harus
disampaikan. Diantaranya firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat 151 :
ويعلمكم
مالم تكونوا تعلمون
Artinya
: “Dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui “ (
QS. Al Baqarah 151)
Demikian pula penjelasan Lukman Al Hakim
tentang materi pendidikan yang harus disampaikan kepada anaknya. (dijelaskan
dalam bab terdahulu). Juga banyak ayat lain yang menerangakan hal itu seperti
kalimat syahadat, supaya kita bertaqwa (Ittaqulloh), untuk melaksanakan shalat
(aqimus Sholah), untuk mengeluarkan zakat (itauz zakat), untuk melaksanakan
puasa (Shaumu Romadlon, Kutiba alaikumus Syiam) dan perintah untuk menunaikan
Haji (Hajjul Bait). Masih banyak ayat lain yang tidak sempat terbatas dalam
kajian ini.
d.
Alat-alat
Tulis / Bahan bacaan
Alat tulis atau bahan bacaan adalah suatu
sarana untuk mempermudah proses pembelajaran dan mengefektifkan pelaksanaan
proses belajar mengajar. Banyak ayat Al Qur’an yang membahas hal itu. Dalam
Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya : Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.7
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah mengajarkan
kepada manusia melalui perantara kalam. Sebuah alat yang untuk Mencatat semua
peristiwa yang menjadi data dan dokumen.
Dalam ayat lain, Al Maidah ayat 15 :
ôs% Nà2uä!%y` ÆÏiB «!$# ÖqçR Ò=»tGÅ2ur ÑúüÎ7B
Artinya : Sesungguhnya telah datang kepada kamu
cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan.8
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Kitab adalah
suatu sarana yang dipakai Rosul untuk menjelaskan dalam proses interaksi
belajar mengajar.
e.
Methodologi
/ Sistem / Cara
Metodologi / sistem adalah suatu rangkaian
proses belajar yang harus ditempuh dan dilewati untuk dapat mencapai suatu
tujuan yan telah dicanangkan.
Dalam pendidikan Islam banyak sekali metode
yang dapat diterapkan demi keberhasilan pendidikan yang diharapkan.
Sedangkan metode yang dicontohkan oleh Al
Qur’an
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$#
Artinya : Ajaklah kepada agama tuhanmu dengan
cara yang bijaksana, nasehat yang baik, berdebat dengan cara yang baik.9
Dijelaskan dalam hadits :
من راء
منكم منكرا فليغيره بيده وان لم يستطع فبلسانه وان لم يستطع فبقلبه وذالك اضعاف
الايمان (متفق عليه)
Artinya : Barang siapa diantara kamu melihat
kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangan
(kekuasaan), apabila ia tidak mampu maka dengan lidahnya (perkataannya) dan
apabila ia tidak mampu maka dengan menggunakan hatinya (perasaan). Itulah
selemah-lemah iman. (Mutafaqqun Alaihi).10
Dari kedua landasan diatas dapat diketahui
bahwa suatu proses pendidikan/metode pendidikan adalah harus dirumuskan dari
hal yang paling mudah, paling sederhana sampai kepada hal yang dirasa
memerlukan beban pemikiran yang cukup berat. Secara banyak metodologi
pendidikan Islam masih kalah bersaing dengan metodologi pendidikan non Islam.
2.
Sarana
dan Prasarana non fisik
Sarana dan prasarana non fisik adalah suatu
alat atau media sebagai fasilitas yang dapat membantu tercapainya proses
pendidikan dan pengajaran dengan baik yang berupa non fisik. Baik sarana
prasarana non fisik material kebendaan seperti hadiah, hukuman ataupun sarana
non fisik yang berupa non material. Seperti motivasi, contoh-contoh, ataupun
hal lain yang dapat mendukung adanya peningkatan tujuan pendidikan.
Yang termasuk sarana dan prasaran non fisik
adalah:
a.
Motivasi
b.
Hukuman
c.
Hadiah
d.
Contoh,
teladan yang baik.
Ad.a. Motivasi
Motivasi adalah dorongan atau spirit yang
datangnya dari luar diri sendiri untuk mencapai tujuan dengan baik. Sifat dari
motivasi adalah sekedar dorongan untuk memacu semangat dan merupakan sarana non
fisik. Dalam kenyataannya tanpa motivasi yang kuat seseorang sulit mendapatkan
prestasi yang maksimal.
Dijelaskan dalam Al Qur’an
yÎgx© ª!$# ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$# $JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd âÍyêø9$# ÞOÅ6yÛø9$# ÇÊÑÈ
Artinya : Allah menyatakan bahwasanya tidak ada
Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak
ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.11
Ayat tersebut diatas dalam rangka Allah memberi
motivasi kepada manusia bahwasannya bagi mereka manusia yang mempunyai ilmu
maka akan memiliki kemuliaan sebagaimana mulanya Allah dan Malaikat dengan
memiliki keperkasaan dan kebijaksanaan.
Diharapkan dari motivasi ini manusia akan
mencari kemuliaan dengan keperkasaan dan kebijaksanaan sehingga memiliki arti
dalam hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam
ÎA÷sã spyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sã spyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #Zöyz #ZÏW2 3 $tBur ã2¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Artinya: Allah menganugerahkan Al hikmah
(kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi
karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah).12
Ad.b. Hukuman
Menurut sebagian para ahli, hukuman adalah
suatu alat pendidikan yang kurang diterapkan kepada anak didik. Meskipun
demikian hukuman dapat dijadikan sarana pendidikan apabila kondisinya terpaksa
dan sudah tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh.
Rosululloh telah memberi pelajaran dalam hadits
:
Artinya : Suruhlah anak-anakmu menjalankan
ibadah shalat jika mereka sudah berumur tujuh tahun. Dan apabila sudah berumur
sepuluh tahun maka pukullah, jika mereka tidak mau melaksanakan sholat dan
pisahkanlah tempat tidur mereka. (HR. Al Hakim dan Abu Dawud).13
Dari hadits tersebut di atas diketahui bahwa
memukul merupakan alat pendidikan tetapi apabila sudah sampai anak berusia
sepuluh tahun belum mau menjalankan sholat Sementara standarisasi anak
Mengerjakan sholat tujuh tahun, tenggang waktu tiga tahun memperbolehkan orang
tua memukul anak demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu mau mengerjakan
sholat.
Ad.c. Hadiah
Yaitu suatu pemberian yang diberikan guna
memberi semangat atas prestasi yang telah dicapai. Pemberian hadiah merupakan
alat pendidikan yang cukup efektif dalam rangka mencapai tujuan karena dengan
hadiah akan timbul kesadaran lebih baik untuk menempuh pelajaran dan hasil yang
diharapkannya. Tentang hadiah itu sendiri Rosululloh pernah melaksanakannya
pada saat cucu beliau yaitu Hasan, baru khatam Al Qur’an ditempatnya Zaid bin
Tsabit. Setelah Zaid bin Tsabit memberi laporan pada Rosul bahwa cucu beliau
telah khatam Al Qur’an maka seketika itu pula Rosululloh menyuruh kepada
pembantunya untuk menyembelih kambing dua ekor sebagai rasa syukur.
Dengan Rosululloh memotong kambing dan
dagingnya sebagian untuk fakir miskin maka semangat dari cucu Rasul yaitu Hasan
tumbuh semangatnya dengan baik agar suatu saat setelah selesai pelajaran yang
lebih tinggi tidak hanya kambing mungkin juga akan disembelihkan sapi.
Sedangkan bagi si Zaid bin Tsabit merasa
mendapatkan kehormatan yang besar sekali dari Rosul karena dapat mengajar
dengan baik dan bahkan hasil yang dicapai disyukuri oleh Rosul dengan memotong
kambing.
Sedangkan di zaman sekarang ini hadiah tidaklah
hanya diberikan sebatas memotong kambing mungkin membelikan sepeda, tas dan
sebagainya sesuai dengan kesenangan anak tersebut.
Ad.d. Contoh yang baik
Contoh yang baik adalah merupakan alat
pendidikan yang efektif.
Sehingga seorang guru sangatlah dituntut untuk
berbudi pekerti yang baik agar dicontoh oleh semua muridnya contoh yang baik.
Karena contoh menggambarkan sesuatu yang sebenarnya. Apabila seorang guru sudah
tidak dapat memberi contoh yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa proses
belajar mengajar hanya sebatas transformasi ilmu pengetahuan saja.
Dalam Al Qur’an
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx.
Artinya :
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.14
Kedua ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa
Rosul dalam memberikan pendidikan kepada kaumnya didasari kepada contoh yang
baik. Artinya apa yang telah mereka sampaikan kepada umatnya terlebih dahulu
Rasul telah melakukannya.
F. Fungsi
Sarana dan Prasarana
Pendidikan adalah merupakan proses interaksi
untuk mendapatkan pengetahuan dan perubahan sikap laku menjadi baik. Karena
merupakan suatu interaksi maka secara otomatis unsur yang terkandung di
dalamnya banyak. Termasuk dalam hal ini adalah alat-alat / sarana dan
prasarana.
Dalam fungsinya masing-masing jenis dan bentuk
sarana dan prasarana adalah berbeda-beda, tetapi secara umum tujuannya adalah
sama yaitu untuk dapat secara mudah, efektif dan efisien dapat tercapai.
Diantara fungsi sarana prasarana dalam
pendidikan adalah sebagai berikut:
- Fungsi Pendidikan
Diantara fungsi sarana prasarana dalam
pendidikan adalah :
a.
Fungsi
sarana dan prasarana dalam pendidikan yaitu membantu tercapainya tujuan
pendidikan yang telah diprogramkan.
b.
Membantu
proses transformasi ilmu pengetahuan kepada siswa.
c.
Sebagai
alat bantu menjelaskan sesuatu materi kepada siswa.
d.
Untuk
membantu membuat kesimpulan atau ringkasan atau prespektif tentang hubungan
tertentu dalam pelajaran.
- Fungsi Ketrampilan
Diantara fungsi ini adalah sebagai berikut:
a.
Menambah
pengetahuan tentang peralatan baru, yang belum pernah diketahui, seperti
Komputer, Internet, elektronika dan lain-lain.
b.
Menambah
kemampuan mengoperasikannya.
Alat
semacam ini biasanya terdapat pada sekolah-sekolah kejuruan yang sangat
memerlukan alat sebagai unsur ketrampilan, seperti kemampuan memakai komputer,
kemampuan menjahit, kemampuan bengkel, kemampuan mengelas. Kemampuan semacam
ini tidak lepas dari adanya alat yang memadahi sebagai sarana dan prasarana
ketrampilan.
c.
Meningkatkan
sumber daya manusia yang terampil dan mampu bersaing dalam persaingan kerja
yang baik.
Setelah
dibahas secara luas dan rinci tentang pendidikan Islam menurut Al Qur’an maka
tingkat pada pembahasan selanjutnya yaitu penutup yang akan diuraikan dalam bab
selanjutnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan kajian secara
mendalam tentang konsep pendidikan Anak menurut Al Qur’an, kini tinggal
menyimpulkan dari apa yang telah penulis uraikan tersebut di atas yaitu :
- Isi
Kandungan Q.S. An Nisa : 9
Kita
disuruh untuk meninggalkan anak keturunan yang kuat, maka pokok-pokok yang
harus dilakukan orang tua adalah :
a.
Pendidikan
anak dalam keluarga adalah suatu proses transformasi ilmu pengetahuan yang
dilakukan secara sadar oleh orang tua di rumah.
b.
Bentuk
pendidikan anak dalam keluarga dengan model pendidikan langsung dan pendidikan
yang tidak langsung. Pendidikan langsung adalah pendidikan yang langsung
diberikan kepada anak. Sedangkan pendidikan tidak langsung adalah suatu
tindakan yang pada prinsipnya untuk mendidik anak.
- Proses pendidikan anak dalam keluarga
a.
Proses
adalah suatu tahapan yang harus ditempuh atau diselesaikan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
b.
Metode
yang dapat digunakan dalam pendidikan anak adalah dapat memakai metode langsung
artinya anak terlibat dalam proses pembelajaran maupun tidak langsung,
melainkan melalui contoh-contoh yang dikembangkan oleh orang lain.
c.
62
Pembentukan keluarga yang kuat, berorientasi
kepada pembentukan jasmaniyah atau fisik material, seperti terbentuknya badan
yang sehat, kekar dan kuat, juga untuk mendapat rokhaniyah yang baik seperti
berintelektual tinggi, berakhlakul karimah yang baik, berkepribadian dan
mempunyai jiwa mandiri, dan dapat mengabdi kepada Allah sebagai hamba Allah
yang sholeh. Atau secara agamis tujuan pendidikan adalah untuk memperoleh
kehidupan dunia yang baik dan kehidupan akhirat yang baik.
- Urgensi pembentukan
keluarga yang kuat
Dalam upaya untuk membentuk keluarga yang kuat, hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu :
a.
Sarana
dan prasarana pendidikan adalah suatu alat untukmembantu agar pelaksanaan
proses belajar mengajar lebih efektif, efisien dan dapat mencapai tujuan
pendidikan dengan baik.
b.
Fungsi
sarana dan prasarana dapat dipahami sebagai sarana yang berfungsi pendidikan,
artinya menjelaskan tentang materi pendidikan lebih baik. Dan juga berfungsi
sebagai ketrampilan yang Menambah sumber daya manusia dan mendapatkan
ketrampilan berkarya.
B. Saran –
Saran
Dalam akhir penulisan ini penulis akan
memberikan saran demi perbaikan semua pihak, terutama dalam melaksanakan proses
pendidikan anak.
1.
Kepada
Fakultas Tarbiyah Universitas Sains Al Quran Wonosobo hendaknya untuk selalu
membenahi diri demi peningkatan mutu dan prestasi bagi semua mahasiswa yang
menuntut ilmu disana.
2.
Kepada
semua dosen untuk lebih meningkatkan wawasan keilmuannya sehingga mahasiswa
akan lebih berkembang dengan baik.
3.
Kepada
umat Islam khususnya pembaca karya ilmiah ini, bahwa pendidikan adalah
merupakan hal yang amat penting untuk dilaksanakan dengan baik karena anak
adalah amanat yang akan dipertanggungjawabkan besok di hari pertanggungjawaban.
Anak adalah merupakan karunia yang dapat bermanfaat bagi kebahagiaan akhirat,
apabila proses pendidikan mereka betul-betul diperhatikan sebaik-baiknya
sehingga menjadi anak yang sholeh.
4.
Bagi
semua anak-anak. Bahwa pendidikan adalah suatu proses Pemberdayaan individu,
maka agar masing-masing bisa memberdayakan dirinya sendiri dengan baik, maka
kehidupan ini akan lebih baik. Oleh karena itu belajarlah dengan baik, maka
kehidupan ini akan lebih baik. Oleh karena itu belajarlah yang baik selagi kira
masih punya kesempatan untuk belajar sebaik-baiknya.
5.
Bagi
orang tua, bahwa anak merupakan amanat Allah, maka hendaknya diperhatikan dan
dijaga sebaik mungkin. Tingkat penjagaan adalah dari berbagai aspek. Termasuk
dalam rangka menjaga anak dari kekurangan dengan mendidik. Suksesnya pendidikan
di sekolah sedikit banyak tergantung kepada pendidikan keluarga. Maka dari itu
jadikanlah keluarga sebagai lembaga pendidikan yang akomodatif bagi anak.
C. Penutup
Sebagai akhir dari uraian ini, apabila penulis
dalam melakukan kajian ilmiah banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun
Analisa terutama bagi mereka yang lebih membidangi lebih tahu banyaknya
kesalahan dalam kajian ini maka penulis mohon untuk dapat dikoreksi demi
peningkatan kualitas dalam penulisan lebih lanjut.
Terima kasih atas Bantuan semua pihak semoga
penulisan ini akan membawa manfaat yang banyak dan menjadi amal sholeh yang
baik dalam kehidupan dunia sampai di hari kiamat nanti.
Wassalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh
P e n u l i s
DAFTAR PUSTAKA
A.
Musthofa Al Maroghi, Terjemahan
TAfsir Al Maroghi, CV. Thoha Putra Semarang, 1989.
Abi Thahir bin Ya’kub Al Fairuza Badi, Tanwirul Miqbas min Tafsiri Ibni ‘Abbas, Darul Fikri Lithaba’ati wan Nasyri Watturabbi’,
t.kt terbit, t.th
Abu Imam
Taqyudin, Terjemah Tanbihul Ghofilin, Daarul
Ikhya, 1986, Malang.
Ahmad
Tafsir, Dr., Methodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1995.
Amin
Indra Kusuma, Drs., Pengantar Ilmu Pendidikan, Usaha Nasional,
Surabaya, 1973.
Asmuni
Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Al Ikhlas,
1992, Surabaya.
Arifin,
M.Ed., Prof. H.M Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara,
Jakarta, 1987.
Baranata, SA. Filsafat Pendidikan Islam, Dirjen
Bimbaga Islam, Jakarta 1983
Cahyadi Takariawan, Pernik-pernik
Rumah Tangga Islami, Era Intermedia, Solo, 2001.
Chabib
Thoha, H.M.MA, Methodologi
Pengajaran Agama, Fakultas Tarbiyah, Kerjasama dengan Pustaka
Pelajar, Semarang, 1999
Departemen
Agama RI., Al Qur’an
dan Terjemahan, CV Toha Putra, Semarang, 1986.
Hafi
Anshori, H.M Pengantar Pendidikan, Usaha
Nasional, Surabaya, 1983.
Hafidh
Ibnu Hajar Al Asqolani, Bulughul
Marom, Nurul Asya, tt.
Hamid
Syafi’I., Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Bimbingan Agama Islam, Jakarta, 1983.
Human
Nasyirudin, KH. Terjemahan Ta’alim Al Muta’alim, Menara
Kudus, Kudus.
Hamka, Prof. Dr. Tafsir
Al-Azhar Juz 4, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 2004
I Jumhur
dan M. Suryabrata., Bimbingan
dan Penyuluhan di Sekolah, CV. Ilmu,
Imam Jalaluddin Muhammad bin
Ahmad al Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar as Suyuti, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Al Maktabah Al Mathriyah, Cirebon Indonesia, 1896 M
Imam
Suyadi, Drs., Bimbingan Praktis Cara Meningkatkan Prestasi
Belajar.
Jalaludin
Abd Rohman Ibn Abil Suyuthi, Jami’us
Shoghir, Darul Ihya Al Kutubi Arabiyati, tt,
John. M.
Echols & Hasan Sadili, Kamus
Inggris Indonesia. Gramedia,
Lexy J.
Moeloeng, M.A., Metodologi
Penelitian Kualitatif. PT Rosda Karya,
Maksun
Arr., H. Pengantar Statistik Pendidikan Proses Kegiatan
Ilmiah, FKIP UNIJ, Jember, 1991.
Malik
Fajar., H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, CV Al
Fa Grafikatama, Jakarta, 1998.
Mahrus
Ali., Terjemah Irsyadul ‘Ibad,
Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995.
Muhamad
Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar
Baru, Bandung, 1984.
Muhamad
Amin, Peranan Pendidikan Agama dalam Membina
Kenakalan Remaja, Garuda Buana Indah, Pasuruan, 1992.
Ngalim
Purwanto, MP. M., Ilmu
Pendidikan, Teoritis dan Praktis, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997
Poerwadarminta,
WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN.
Balai Pustaka, Jakarta, 1986.
Simanjuntak,
B, Drs. SH.. Latar Belakang Kenakalan
Remaja, Alumni Bandung, 1984.
Sayyid
Syabiq, Fiqih Sunnah, Al Ma’arif, Bandung, 1990.
Sumadi
Suryabrata, Methodologi Penelitian,
Rajawali, Jakarta, 1987.
Sutrisno
Hadi, Metodologi Research jilid 2.
Fakultas Psikologi UGM,
Syaikh Al Hajj Mushthalih Badawy, Tafsir Al Qur’anul Karim,
Firma Sumatra, Bandung, 1993 M
Team
Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar
Dasar Kependidikan, Usaha Nasional, Surabaya. 1998.
Tim
Penyusun Kamus, Pusbinsa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN.
Balai Pustaka,
Utsman
Najati, M. Al Qur’an dan Ilmu Jiwa, Pustaka, 1997, Bandung.
Winardi,
SE., Pengantar Metodologi Research,
Alumni, Bandung, 1986.
Winarno
Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Methode
Teknik, Tarsito, Bandung, 1980.
Zahara
Idris, MA., Dasar –Dasar Pendidikan,
Angkasa Raya, Padang, 1987.
Zakiyah
Darodjat, Prof. Dr Ilmu Pendidikan Islam, Bumi
Aksara, Jakarta, 1972.
Zakiyah
Darodjat, Prof. Dr. Ilmu Jiwa Agama, Bulan
Bintang, 1970.
Zuhairini, Drs.dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi
Aksara, Jakarta, 1995
[1] Cahyadi Takariawan, Pernik-pernik Rimah
Tangga Islam, Solo: Era Intermedia, 2001, hlm. 9
[2] Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 1252.
[3] Team Dosen
FIP IKIP
[4] Prof.
Zahara Idris, Dasar-Dasar Pendidikan, Angkasa
Raya, 1987,
[5] Lexi J. Moeloeng, Methodologi
Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,
[6] Ibid, hlm: 115
1 Zakiah Darodjat, Ilmu
Pendidikan Islam, Bumi Aksara,
2 Prof. HM.
Arifin, M.Ed. Filsafat Pendidikan Islam, Bina
Aksara,
3 Dr. Ahmad
Tafsir, Methodologi Pengajaran Agama
Islam, PT Remaja Rosda Karya,
4 Tim Dosen
FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar Dasar
Kependidikan, CV Usaha Nasional,
5 Drs.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan
Islami, Bumi Aksara,
6 Drs. B.
Simanjuntak, S.H, Latar Belakang
Kenakalan Remaja, Alumni,
[7] Prof. Dr.
Zakiah Darodjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan
Bintang, 1970, hlm. 109
[8] Muhammad
Amin, Peranan Pendidikan Agama dalam
Membina Moral Remaja, GAruda Buana Indah, Pausuruan, 1992, hlm. 5
[9] Jalaludin
Abdurrohman bin Abu Bakar Al Syuyuthi, Al
Jami’al Shoghir, Jus 1, Darul Ikhya’ Al Kutubil Arobiyati, tt, hlm. 155.
[10] Prof. R.H.A. Soenarjo,
SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971, hlm. 527
[11] Jami’ Al
Shoghir, hlm. 54
[12] H. MAhrus
Ali, Terjemah Irsyadul Ibad, Mutiara
Ilmu.
[13] Ibnu Hajar
Al Asqolani, Bulughul Marom, Nurul
Asya, tt, hlm. 309
[14] Al Faqih
Abu Laits Samarqandi, Alih Bahasa, Abu
Imam Taqyudin, Tanbighul Ghofilin, Daarul
Ihya, Indonesia, Malang, 1986, hlm. 125
[15] Prof. H.M.
Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam,
Bumi Aksara,
[16] Prof. R.H.A. Soenarjo,
SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971, hlm. 910
[17] Prof. H.M.
Arifin, M.Ed, Op Cit, hlm. 224
[18] Prof. R.H.A. Soenarjo,
SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971, hlm. 1052
[19] Prof. R.H.A. Soenarjo,
SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,, hlm. 910-911
[20] Ibid, hlm.
623.
[21], Ibid, hlm. 993.
[22] Ibid, hlm. 298
[23] Prof. HM.
Arifin M.Ed, Op Cit, hlm. 230
[24] Prof. R.H.A. Soenarjo,
SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,,
hlm. 60
[25], Ibid, hlm. 862
[26] Ibid. hlm 49
[27] Ibid, hlm. 910-911
[28] Ibid, hlm 623
[29] Ibid, hlm. 216
1 Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan PenyelenggaraPenterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Jakarta, 1971,hlm. 116
2 Prof. Dr. Hamka, Tafsir
Al-Azhar Juz 4, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 2004, hlm. 274
3 Abi Thahir bin Ya’kub Al Fairuza Badi, Tanbirul
Miqbas min Tafsiri Ibni ‘Abbas, Darul Fikri Lithaba’ati wan Nasyri
Watturabbi’, t.kt terbit, t.th, hlm. 65
4 Imam Jalaluddin Muhammad
bin Ahmad al Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar as Suyuti, Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, Al Maktabah Al Mathriyah Cirebon Indonesia, 1896 M,
hlm. 71
5 Syaikh Al Hajj Mushthalih Badawy, Tafsir Al Qur’anul Karim, Firma
Sumatra Bandung, 1993 M, hlm. 85
1 Dr. Zakiyah
Darojat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,
Bumi Aksara,
2 KH. Humam
Nashirudin, Terjemahan Ta’lim Al
Muta’alim, Menara Kudus, Kudus, tt, hlm. 35.
3 Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,, hlm.
330
4 Ibid hlm. 335
5 , Ibid, hlm. 161
6 Ibid, hlm. 162
7 , Ibid, hlm. 1079
8 , Ibid, hlm. 161
9 , Ibid, hlm. 421
10 Jalaludin
Abdurrohman bin Abu Bakar Syuyuthi, Jami’
Shoghir Jus 1, darul Ikhya Kutubil arobiyati, tt, hlm. 171.
11 Prof. R.H.A. Soenarjo,
SH, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,, hlm. 78
12 Ibid, hlm. 67
13 Jalaludin
Abdurrohman bin Abu Bakar Al Syuyuthi, Op
Cit, hlm. 155.
14 , Prof. R.H.A. Soenarjo, SH, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 1971,,
hlm. 670